Oleh-oleh buat Mas Barista

Monday, March 10, 2008

Kalau saja tidak ingat bahwa apa yang masih harus dilakukan sampai beberapa bulan ke depan adalah dalam rangka meresmikan status sebagai Psikolog sungguhan, saya pasti sudah memacu si hitam untuk kembali pulang ke rumah. Pilihannya jelas lebih menyenangkan. Saya tinggal memutar setir ke kanan, dan jalur yang akan ditempuh nantinya akan langsung membawa saya pulang tanpa harus dipusingkan dengan kemacetan kota Jakarta.

Ini semua gara-gara harus menemui si teman yang kebetulan menjadi subjek untuk tugas akhir saya nantinya. Kalau saja bukan karena embel-embel tugas akhir itu, pastinya saya akan memperbaharui jadual pertemuan dengannya agar tidak dilakukan hari ini.

Yah, setidaknya ia masih bersedia untuk menemui saya di tempat yang saya tentukan. Kedai kopi langganan, yang terletak di tengah kota, namun tetap tidak terlalu jauh dari rumah saya dan tempatnya bekerja.

Sebenarnya waktu pertemuan pun masih sekitar dua jam lagi. Saya harus menungguinya usai bekerja dan berurusan dengan beberapa wartawan yang hendak mewawancarainya sejenak. Maklum saja, dia ini sejenis selebritis yang digandrungi anak-anak abejeh. Untunglah saya berstatus sebagai seorang teman, yang bisa dengan semena-mena menyuruhnya untuk meluangkan waktu buat saya dan sekaligus menentukan waktu perjanjian dengannya (*hehehe piss, kang!)

Sementara menunggu kedatangannya, apa lagi yang bisa saya lakukan selain bercengkrama dengan notebook dan teman-teman yang saya temui dari dalamnya?!

“Sore, Mbak... Mau pesen apa?” tanya si Mas dari balik mesin penghitung.

Oh, barista yang baru rupanya. Ternyata Mas barista kegemaran saya itu sungguh sudah pindah tempat, yang semula saya pikir cuma guyonan kawan-kawannya saja.

“Mmm... apa ya?! Saya lagi gak pengen kopi nih, Mas.”

“Black tea latte?”

“Nah... betul skali!”

Dan si Mas barista pun membuatkan minuman pesanan saya. Sementara saya berjalan menuju sofa di sudut, tempat saya biasa menghabiskan waktu di sore hari.

“Eehh, Mbak Agatha! Kok baru keliatan, Mbak?!” tanya seorang pria yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu di dalam cafe.

“Situ kali yang udah lama gak ke sini?! Makanya baru ketemu sama saya?!”

Ia pun tertawa. Si supervisor di antara para barista yang ada di cafe ini, memang sudah seringkali menjadi teman mengobrol di kala tidak ada hal lain yang saya lakukan. Atau sekedar menemaninya merokok di bagian depan cafe sebelum ia memulai tugasnya.

Tapi berhubung kali ini saya harus mempersiapkan beberapa pertanyaan untuk diajukan kepada si teman yang selebritis itu, maka saya pun harus menyingkirkan dulu niatan untuk mengajaknya mengobrol seperti biasa.

“Maaf, Mbak Agatha,” serunya tiba-tiba, membuat saya menengadahkan kepala dan mengalihkan pandangan dari notebook di hadapan saya. Dan menemukan dirinya bersama dengan tiga orang barista lain di belakangnya.

Ia membawa sebuah piring yang berisikan cinnamon roll di atasnya, sementara seorang lainnya membawa sebuah kamera digital.

Ada apa ini?

“Ini buat Mbak Agatha,” lanjutnya sambil mengangsurkan piring itu, setelah menemukan saya yang kebingungan.

“Ini apa?”

“Ini cinnamon roll, Mbak,” katanya sambil tersenyum.

“Ya iya, saya juga tau, Mas...”

“Ini hadiah tahun baru,” lanjutnya.

Gantian saya yang tertawa.

“Mas, ini udah tiga bulan lewat dari tahun baru.”

“Ya udah, kalo gitu hadiah tiga bulan habis tahun baru deh...”

Saya sungguh masih ingin bertanya apa artinya cinnamon roll itu sebenarnya. Tapi melihat tiga orang barista lain yang sepertinya sudah menantikan perdebatan itu diakhiri, saya pun menerimanya.

“Makasih, ya...”

“Mmm... boleh minta fotonya nggak, Mbak?” kali ini giliran Mas barista yang baru itu tadi yang berbicara. Ia menunjukkan kamera digital di tangannya.

“Lho...?! Foto?”

Dan tidak ada satupun yang memberikan jawaban kepada saya. Malah tersenyum-senyum saja semuanya.

“Ya Mbak, ya?!”

Lha... ini kok jadi seperti membujuk dan merayu?!

Saya benar-benar tidak mengerti apa maksud semua ini. Setelah disodori cinnamon roll gratis, lalu dimintai foto-foto. Mestinya saya memang curiga.

Kami pun berjajar bertiga. Si Mas supervisor, Mas barista yang baru, dan salah seorang Mbak barista yang lain. Sedangkan Mbak yang satu lagi yang memegang kamera dan memotretkan kami.

“Makasih ya, Mbak.”

Saya hanya tertawa dan menganggukkan kepala. Masih dengan segudang pertanyaan di dalam kepala, namun saya sendiri tidak sanggup melanjutkan usaha untuk menemukan jawabannya. Yang ada malah jengah dan bingung. Tersanjung juga, pastinya.

Lha saya ini ‘kan bukan siapa-siapa.

Mestinya mereka itu menunggu sampai teman saya yang selebritis sungguhan itu datang, dan kepadanyalah mereka meminta foto bersama.

Kalau dengan saya, buat apa?

Eh... tapi tapi... jangan-jangan... foto itu akan diberikan kepada Mas barista kegemaran saya?!

Lalu... jangan-jangan cinnamon roll gratis itu juga pemberian darinya??

Waaaaahhhhh

website page counter

ADA 15 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

walaaah, repot ini. kalau mau foto bareng harus sedia cinnamon roll dulu.
ndak sekalian minta kopinya digratisin, fotonya boleh 3 kali.

March 11, 2008 4:38 AM  
» Blogger Eddy Fahmi:

hehe lucu, jadi kalo mau foto bareng mesti ngasih cinnamon roll dulu?

wah kalo sempat maen ke surabaya nanti boleh aku traktir bebek goreng dah! bisa foto2an juga? :D

March 11, 2008 5:14 AM  
» Blogger i g n arya wijaya:

cerita km seru....
btw, nm km sepertinya penuh makna dech. apa seh arti nama depan km?

March 11, 2008 8:25 AM  
» Anonymous Anonymous:

kalo saya mau minta foto bareng kamu, saya mesti kasih apa yach.. :)

March 11, 2008 10:18 AM  
» Anonymous Anonymous:

Jadi cafe langganan dong....
* berharap gratis lagi

March 11, 2008 12:42 PM  
» Anonymous Anonymous:

kok cuman disogok pake cinnamon rolls aja sih?

eh jd bsuk klo saya minta foto ama mbakdos sogokannya apa nich? :P

March 11, 2008 2:50 PM  
» Blogger mbakDos:

mbilung:
ah, kalok panjenengan yang minta, ndak usah nggratisi cinnamon roll atau kopi kok... pasti dikasih ;D

fahmi:
asiiikkk... aduh, tapi kok jauh bener ya harus ke surabaya dulu buat poto2 eh, bebeknya?!

arya:
makasih :-)
maknanya? hehehe ada deehhh...

parta:
apa ya?! mmm bisa didiskusikan lagi tuh ;D

mas iman:
maksudnya pengen ikutan digratisi gitu, mas? atau pengen ikutan dipoto sama mas baristanya? ;D

gita:
ehm.. diberi mas barista juga boleh :">

March 11, 2008 10:53 PM  
» Anonymous Anonymous:

minta poto juga ah...

March 12, 2008 3:12 PM  
» Anonymous Anonymous:

waduhhhh....ini yang terjebak siapa yaaa?

mbakDos yang merasa dijebak foto bareng

atau atau atau.... :D

mas barista yang terjebak pesona mbakDos sehingga tidak berhasil menahan dorongan dirinya untuk berfoto dengan mbakDos at all coct

=))


pertanyaan tambahan, mbakDOS gak punya saudara perempuan bernama mbakWindows atau mbakLinux ?

March 12, 2008 10:46 PM  
» Blogger L. Pralangga:

Itu menandakan kalau dirimu juga masuk dalam jejeran selebritis juga (buat mereka) :D

Besok-besok, pasti nambah: Minta foto dan tanda tangan deh - liat aja! :D

(Bisa dibales dengan kemudian menyodorkan nomer rekening & invoicenya sekalian)

March 13, 2008 5:29 PM  
» Blogger mbakDos:

mas slamet:
poto sapa mas? ;D

j:
yaaahhh... dia ikutan deh kalo udah yang beginian!
mbok ya udah direlakan aja kalo temennya ini memang begini adanya ;D

kang-pret:
hahaha... mudah2an dirimu tak dateng bareng saya ya nanti kalo ke sana. kan saya gak mau kesaing ;D

March 15, 2008 10:14 PM  
» Anonymous Anonymous:

Kalau baca bukunya Joseph Michelli, Starbucks Experience, surprise seperti itu malah sudah jadi semacam SOP. Bahkan yang jauh, jauh, jauh, lebih dahsyat dan mengesankan dari itu. Jangan-jangan emang di tempat itu... :)

March 17, 2008 11:45 PM  
» Blogger mbakDos:

totot:
sempat berpikir begitu juga sih, pak... tapiii tetep aja seneng! *halah! ;D

March 19, 2008 10:00 AM  
» Anonymous Anonymous:

ealah, mbaknya ngerokok tho?
hati-hati lho mbak, kanker itu belum ada obatnya :)

March 31, 2008 6:35 PM  
» Anonymous Anonymous:

besok kalo sayah ke bali lagi, kita ngerokok bareng di kafe ituh, sambil ngecengin si barista yah..
hoho..

April 08, 2008 10:10 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS