1 Hari untuk Selamanya

Monday, December 24, 2007

Suara lantang Steven Tyler segera saja memecah keheningan di dalam kamar tidur. Eeerrgghhhh... sudah jam enam rupanya. Padahal sepertinya baru beberapa menit lalu memejamkan mata, lalu sekarang sudah harus beranjak dari tempat tidur. Dan ini kali pertama saya harus bangun pagi setelah selama beberapa hari sebelumnya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di tempat tidur.

Si tante dan om bermaksud mengajak saya berpiknik ke Ketep, katanya. Kami bersama dengan budhe-pakdhe, tante-om yang lain, dan juga para sepupu saya, akan membawa tikar dan bekal makanan untuk dinikmati di sana.

Tanpa berpikir panjang, langsung saja saya iyakan. Sudah lama sekali acara piknik seperti itu tidak pernah saya lakukan. Mungkin sejak... masih duduk di bangku SD dulu.

Eh tapi... Ketep itu di mana ya?!

Katanya bisa melihat Gunung Merapi dari tempat itu, asalkan tak lupa membawa serta teropong. Kalaupun tidak membawa atau memang tidak punya, akan banyak orang yang menyewakan teropong milik mereka. Di sana juga bisa menonton bioskop, yang filmnya adalah tentang meledaknya gunung tersebut.

Haduh... sebenarnya tempat apa sih ini?! Kok bisa melihat Merapi, tapi juga ada gedung bioskop?

Dan tidak ada yang membiarkan saya mengetahui jawabannya. Lihat saja sendiri, begitu kata mereka sambil tertawa.

Setelah selesai mandi dan menyiapkan semua perbekalan, berangkatlah kami dengan mengendarai dua mobil. Perjalanan dimulai dengan menyusuri kota Semarang menuju Ungaran dan semakin menjauh menuju ke luar kota. Sebagian perbekalan pun mulai dibuka.

Saya dan si tante yang duduk di kursi belakang mulai membuka bungkusan kacang. Sementara si om yang tengah mengendarai mobil, dan Dede yang duduk di sampingnya, saling berbagi keripik kentang. Lalu saya dan Dede bergantian menyetel lagu-lagu yang tersimpan di handphone kami untuk mengatasi kejenuhan akibat perjalanan panjang. Maklum, audio system sudah tidak lagi dipasang di mobil si om.

Semakin jauh perjalanan, jajaran pohon yang menjulang membentuk gunung pun semakin jelas terlihat. Sedangkan puncaknya masih tertutup awan dan kabut putih. Saya pun masih bertanya-tanya di mana gerangan tempat tujuan kami. Kalau sampai bisa melihat puncak Merapi, bisa dipastikan tempat itu tidak berada di badan gunung yang sama. Tapi letaknya pun harus tetap di ketinggian yang cukup sehingga bisa melihat puncak Merapi tanpa terhalang.

Semakin menanjak jalanan yang kami lalui, semakin sedikit pula kendaraan yang melintasi jalan yang sama. Tidak ada lagi lampu lalu lintas, marka yang terlukis pun hanya memisahkan jalan menjadi dua bagian saja. Rumah penduduk yang semula tampak memadati sisi kiri-kanan jalan kini digantikan dengan jajaran pepohonan dan tanaman jagung.

Si om kemudian mematikan AC dan mulai membuka jendela di kedua sisi mobil. Membuat hembusan angin dingin dan aroma belerang yang khas mulai memenuhi seisi mobil. Dan sesegera itu membuat saya teringat pada perjalanan menuju Puncak. Nyaris tidak ada bedanya.

Juga ketika kami tiba di tempat tujuan, di mana tempat parkirnya dipenuhi dengan para penjaja jagung bakar yang menggunakan topi kupluk mereka. Layaknya di Puncak. Namun kali ini, ada mas-mas lain yang berkeliling memberikan aba-aba bagi para pengemudi untuk memarkirkan mobil mereka, sekaligus menjajakan teropong yang mereka bawa.

Setelah membeli tiket masuk di loket, kami pun berbondong-bondong melintasi pagar pembatas dan menyerahkan tiket kepada penjaga.

Dan memang luar biasa!

Pemandangan dari atas sini sungguh luar biasa!

Jajaran pohon berdaun hijau dan merah memberikan gradasi yang sangat indah di bawah sana. Juga baris-baris berwarna keperakan yang berkilau memantulkan cahaya melapisi tanah yang ditanami bibit tanaman entah apa. Juga rumah-rumah penduduk yang membentuk kumpulan-kumpulan sendiri, di mana di tengahnya selalu terlihat kubah mesjid.

Dan di antara semua itu, kabut dan awan yang menyelimuti pemandangan di bawah merupakan hal yang paling... paling... apa ya?! Geezz... you should see it by yourself!

Semula saya bermaksud mengabadikan apa yang saya lihat itu dengan menggunakan kamera digital yang tidak pernah beranjak dari tas selama beberapa hari ini. Tapi segera saja saya mengurungkan niatan itu setelah mengambil gambar yang pertama.

Apa yang tampak pada layar kamera digital sama sekali tidak berhasil menggambarkan apa yang terlihat dari mata saya (*mudah-mudahan sih bukan karena kualitas kameranya).

Trust me!

You should see this!

KETEP PASS, demikian yang tertulis dengan huruf-huruf luar biasa besar di salah satu dinding undakannya. Jadi memang inilah tujuan yang dirahasiakan dari saya ini.

Tempat wisata yang berdiri di atas sebuah bukit, sehingga membentuk undak-undakan dari satu bangunan dengan bangunan lain. Menaiki tangga pertama, saya menemukan bangunan yang bertuliskan Ketep Volcano Theater. Menurut si tante yang pernah mengunjungi tempat ini sebelumnya, teater ini merupakan sebuah bioskop yang menayangkan film tentang Gunung Merapi. Jam penayangannya setiap tiga-puluh menit sekali, sehingga kami tidak perlu khawatir tidak bisa ikut menonton.

Kami pun memutuskan untuk menikmati makan siang yang kami bawa terlebih dulu sebelum masuk ke dalam teater. Melintasi gedung teater menuju tangga yang lain, saya menemukan sebuah pelataran yang sangat luas, di mana tepinya dibatasi oleh pagar rendah.

Berpuluh-puluh orang berdiri bersandar di pagar tersebut untuk melihat pemandangan dengan menggunakan teropong mereka. Beberapa orang lain duduk di kursi-kursi yang dinaungi dengan payung bak kursi di pelataran cafe. Sementara beberapa lainnya memilih untuk duduk di bagian luar pagar untuk menikmati pemandangan dengan cara mereka sendiri. Gazebo yang menyediakan teropong besar pun sudah diantri. Tempat strategis yang dapat memperlihatkan pemandangan sebagai background foto juga dipenuhi dengan pengunjung.

Melintasi pelataran, yang ternyata juga merupakan tempat tertinggi dari keseluruhan tempat wisata ini, kami menuju sisi lainnya. Menuruni tanah berundak menuju jajaran tempat lesehan. Ruangan yang terdiri dari bambu yang disusun berjejer dan dilapisi oleh karpet sebagai dasarnya, dan yang disusun tegak sebagai pembatas sekaligus penyangga dasarnya, merupakan tempat kami akan menghabiskan makan siang.

Nasi ayam dan sambal, jagung bakar, serta kopi susu panas, benar-benar teman yang sangat menyenangkan untuk menikmati pemandangan di ketinggian seperti ini. Dengan obrolan dan guyonan yang tidak kunjung berhenti kalau saja si penyedia tempat lesehan tidak meminta kami untuk segera beranjak, karena pelanggan lain sudah menunggu.

Acara berkumpul pun kami lanjutkan dengan kembali ke atas dan menuju ke teater. Bersama dengan pengunjung lain, kami membeli sembilan lembar tiket seharga lima-ribu rupiah. Dan tak lama setelah para pengunjung yang menonton pada jam pertunjukan sebelumnya keluar beriringan, pintu masuk di sisi lain gedung pun dibuka. Dalam sekejap, lima-puluh buah kursi ruang teater itu kembali penuh terisi.

Film singkat berdurasi dua-puluh-dua menit tentang sejarah terbentuknya Gunung Merapi dan juga cerita tentang bagaimana letusan bisa terjadi ini merupakan penutup acara piknik kami di Ketep. Meninggalkan gedung teater, kami beranjak kembali ke tempat parkir untuk melanjutkan perjalanan kembali pulang ke Semarang. Dan kembali menempuh tiga jam di dalam mobil.

Baru menempuh setengah perjalanan, si om membelokkan mobil ke daerah Bawen. Ia ternyata berniat memenuhi keinginan saya untuk mengunjungi Kampoeng Kopi Banaran, yang plang namanya sempat saya lihat sekilas dalam perjalanan menuju Ketep pagi tadi. Dan saya tidak punya alasan untuk menolaknya, tentu saja.

Mengelilingi taman bermainnya, melihat-lihat taman lalu lintas dan lapangan tenisnya sejenak, lalu memesan sebuah meja besar di sudut cafe. Karena antrian untuk naik kereta wisata mengelilingi kebun kopi sudah demikian panjangnya, kami memilih untuk menghabiskan waktu dengan menikmati minuman dan makanan kecil di cafe yang terletak paling luar dari keseluruhan area Kampoeng Kopi ini.

Barulah menjelang matahari terbenam, kami benar-benar mengakhiri acara piknik dan kembali pulang ke Semarang.

Malam ini, sudah satu hari berlalu. Dan saya juga sudah kembali ke Jakarta.

Tapi rasa-nya, belum kunjung menghilang.

Menyenangkan?! Tentu saja!

Dan saya sudah merindukan apa yang baru saya alami kemarin. Bukan saja karena mengunjungi tempat yang belum pernah dikunjungi. Atau bukan juga karena berkumpul kembali dengan keluarga yang sudah lama tidak saya jumpai.

Tapi perasaan bahwa saya bisa menikmati apa yang masih bisa saya peroleh, walau hanya dalam hitungan beberapa hari, itulah yang menjadi demikian luar biasa buat saya.

And I’m going to take it as my Christmas present.


Have a wonderful Christmas, everyone!

website page counter

ADA 14 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

Selamat berlibur. Terima kasih masih ingat orang sepuh. :D
Ketep memang okehhh. Sayang ada kecenderungan kurang rawat.

December 26, 2007 9:22 PM  
» Blogger mbakDos:

paman sayah:
mungkin karena para perawatnya sok merasa sepuh kalii :P

December 27, 2007 5:33 PM  
» Anonymous Anonymous:

ke ketep ya.. back to nature ya..? memang banyak yang bisa dinikmati di sana, tapi ketep melihat merapi dari kejauhan, ketika ada muntahan lahar akan lebih bagus lagi scenenya meskipun yang dibawahnya sana teriak teriak sambil tangisan. ke pos pengamatannya gak? balik ke semarang lewat kopeng gak? met natal saja deh mbak..

December 29, 2007 10:36 PM  
» Blogger mbakDos:

ndikz:
makasih :)
iya sih, scenenya pasti lebih bagus. tapi berhubung saya belum ingin tertawa di atas tangisan orang lain, ya saya nonton beskopnya aja ;D

December 30, 2007 12:26 AM  
» Anonymous Anonymous:

huu...tau klo situ mau ke ketep saya ambil cutinya pas tahun baruan aja :( *loh emang mau ngapain*. Met natal dan taon baru dari bermuda mbakDos.

December 31, 2007 11:30 AM  
» Anonymous Anonymous:

pakdok:
wahai dokter kewan ada gerangan apa kok sliramu komen basa basi di sini? teruz kenapa pula kalo cuti tahun baru?? inikah arti sms-mu wingi?

January 01, 2008 9:39 PM  
» Blogger mbakDos:

pakDok:
iya, saya juga gak ngerti, memangnya ada apa dengan cuti di tahun baru sih? kan santa claus udah kembali dari bermuda?! :P

endiks:
lho lho... iki dialog intern opo piye tho?! kok ya di sini?! :D

January 02, 2008 7:41 AM  
» Anonymous Anonymous:

waahh.. pastinya jadi hadiah tak terlupakan yah!.. terus oleh2nya mana? tentunya selain cerita diatas :> ...btw i'm back!;;)..

January 05, 2008 7:23 PM  
» Blogger timo:

kalo ke ketep lagi, ajak2 donks! hihihihi...

January 07, 2008 2:11 AM  
» Blogger mbakDos:

memed:
selamat datang kembali ;-)

timothy:
bener mau diajak?! ;-)

January 10, 2008 11:45 AM  
» Anonymous Anonymous:

Gue dua kali ke KETEP dan dua-duanya tidak disengaja hehe.
Ngomong-ngomong soal Natalan, Natal kemarin dirayakan di Kilimanjaro .

January 13, 2008 4:11 AM  
» Blogger mbakDos:

elmogran:
ketidak-sengajaan yang menyenangkan dong pastinya?! ;D

January 13, 2008 12:02 PM  
» Anonymous Anonymous:

mbakdos:
tentu saja.
yg pertama sempat menginap semalam disalah satu desa dekat merapi dan yg kedua saat merapi sedang siaga.. :D

January 14, 2008 12:18 AM  
» Anonymous Anonymous:

Met Natal & Taon Baru! (meski dah telat!)

Hehehe...dari tempat "urine pecas dhahe" terus nyasar ke sini!
Salam kenal ya MbakDosen...

Walaaaah...dawa byanget tulisane! Tapi sip kok!

God bless!

January 23, 2008 3:21 PM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS