Thursday, December 20, 2007
Dan bukan hanya payung saja yang ditinggalkan di sana.
Juga si hitam.
Bukannya sedang ingin berbaik hati dengan membiarkannya beristirahat sejenak setelah hari-hari yang melelahkan, tapi sayalah yang justru sedang membutuhkannya. Teramat sangat. Yaahh... secara baru berhasil memejamkan mata pada jam setengah empat pagi tadi. Lalu hanya dalam waktu tiga jam kemudian, saya sudah terbangun dengan amat sangat terkejut. Karena seketika itu menyadari bahwa hanya dalam waktu satu-setengah jam saya sudah harus berada di kampus dan melakukan presentasi di depan kelas.
Belum mandi, belum mengeringkan rambut, berpakaian, dan membereskan isi backpack. Kemacetan dalam perjalanan Pondok Bambu menuju Depok juga sudah menunggu.
Kalau sudah begitu, mana saya ingat urusan payung yang teronggok dan menganggur di garasi? Tapi setelah melihat langit yang gelap dan hujan yang luar biasa deras menjelang sore ini, saya merutuki ketertinggalan payung sapi itu. Dan juga si hitam. Dan itulah yang membawa saya tiba di tempat ini, dengan menumpang kendaraan salah seorang teman dan menembus lebatnya hujan. Sebuah cafe di tengah pusat perbelanjaan yang cukup dekat dari kampus, dan tentunya menyediakan banyak sekali armada taksi di pelatarannya. Walaupun membayangkan perjalanan pulang yang masih harus ditempuh jelas membuat saya... hhh I don’t even know what to say... What a day! Untunglah hari ini merupakan hari terakhir di mana saya masih harus menjalani rutinitas perkuliahan di tahun yang sama. Bayangan tentang perjalanan yang akan saya tempuh besok dini hari dengan kereta api menuju ke Semarang jelas sangat menghibur. Bahwa akhirnya saya bisa kembali menyebutkan kata liburan itu tanpa harus memikirkan tugas dan tanggung jawab yang masih harus dituntaskan. “Kenapa nggak naik pesawat aja?” begitu tanya seorang teman. “Yaa... namanya juga liburan,” sahut saya. “Apa hubungannya? Kalo naik pesawat ‘kan lebih cepet, jadi bisa lebih banyak ngabisin waktu di Semarang buat liburan.” “Emang kalo naik kereta bukan liburan namanya?” tanya saya tak mau kalah. Tidak hanya si teman itu saja yang mempertanyakan niatan saya, Ibu juga demikian. Kalau masalah uang yang harus dikeluarkan, sekarang harga tiket pesawat sudah nyaris tidak ada bedanya dengan tiket kereta api seiring dengan makin beragamnya maskapai penerbangan. Saya bisa mencapai tempat tujuan dengan waktu yang jauh lebih singkat. Tapi sayangnya, saya tidak sependapat dengan mereka. Karena buat saya, justru perjalanan yang akan ditempuh selama lima jam menggunakan kereta api itulah salah satu bagian terbaik dari sebuah liburan. Sebagaimana saya sangat menikmati perjalanan malam hari mengelilingi kota Jakarta, hanya berdua dengan si hitam. Kalau ditanya apa yang menyenangkan, saya mungkin tidak bisa memberikan penjelasannya. Saya juga tidak tahu apa enaknya mengendarai si hitam dengan kecepatan rendah sambil menoleh ke kanan-kiri. Toh jalan protokol yang sama sudah seringkali dilintasi kala siang. Entahlah... Saya tidak tahu mengapa saya demikian menyukainya. Langit yang gelap membuat pendar lampu jalan yang berwarna-warni menjadi sangat jelas terlihat. Membuat jajaran gedung tinggi hanya tampak samar-samar. Kendaraan yang melintas di jalan yang sama dipacu dengan kecepatan rendah, termasuk si hitam. Yang kemudian membuat saya dapat dengan jelas mengamati orang-orang yang berjalan pelan di trotoar. Beberapa duduk di atas sebuah bangku panjang dan menikmati sepiring nasi goreng yang dijajakan oleh si abang dengan gerobaknya. Para pemilik kios rokok belum menutup warungnya, masih menunggu pembelinya dengan duduk dan merokok di depan warung mereka. Tiba-tiba saja rintik air mulai mengacaukan semuanya. Dengan segera, orang-orang di trotoar mempercepat langkahnya menuju tempat di mana mereka bisa berteduh. Mereka yang semula tengah menyantap hangatnya mie rebus dan nasi goreng harus segera mengembalikan piring kepada si abang penjual. Tukang-tukang ojek membawa motor mereka menuju halte bus terdekat dan memarkirkannya di sana agar tidak lagi kehujanan. Dan beruntunglah bagi pemilik kios rokok yang memang memangkalkan warungnya di halte itu. Hujan telah melariskan dagangan mereka. Sementara anak-anak kecil yang berlari tanpa mengenakan alas kaki dan menjajakan payung yang mereka pegang, tidak tampak di sepanjang jalan yang saya lalui. Padahal turunnya hujan seperti ini biasanya membawakan mereka banyak peminat. Namun sepertinya malam yang terlalu larut telah meniadakan pelanggan mereka. Dan melakukan kegiatan lain mungkin menjadi pilihan yang lebih menarik daripada menawarkan jasa payung yang mereka bawa. Lapangan parkir di cafe yang saya tuju di salah satu sudut jalan protokol tampak sepi. Mungkin karena hari di mana saya berkunjung bukanlah malam Minggu. Si hitam hanya merupakan salah satu di antara segelintir kendaraan yang terparkir di sana. Sama seperti saya, yang merupakan salah satu di antara sedikit pengunjung yang masih berkeliaran tengah malam menjelang dini hari begini. Orang-orang yang kurang kerjaan dan tidak cukup waras untuk menganggap bahwa tidur adalah cara terbaik untuk menghabiskan malam hari. Yang hanya duduk di sofa pada sudut ruangan dengan ditemani sebuah buku dan secangkir kopi. Padahal buku yang dibawa itu juga belum tentu akan dibaca. Karena menunggu dini hari ternyata lebih menyenangkan dengan menyeruput kopi dari cangkirnya, perlahan, sampai tandas. Hhh... kalau saja bisa sesederhana itu menikmati liburan, rasanya saya tidak perlu repot-repot mencarinya sampai ke Semarang.
ADA 6 KOMENTAR:
bagian "sembari ditemani barista" tidak ditambahkan?
payung bergambar sapi?? sepertinya lucu. coba bayangkan payung bergambar secangkir kopi.... pasti lbh imut :p dan tak mungkin terlupa kan lain kali...
hehee...
apakabar, btw?
mbilung:
lhoo kan baristanya panjenengan? masa perlu dibuka juga di sini?
tyka:
daripada kopi ditaro di payung, mending ditaro di meja aja gimana?!
kabar saya baikk.. situ pegimana?
gue setuju banget! Hal2 kecil yang sehari2 kadang tuh kalo diperhatikan dengan seksama, ternyata ada ke"lain"annya juga dan bisa bikin hepi.
Mungkin kalo gue sangat gape nyetir mobil dan ga keburu ditahan nyokap, dah dari kemarin2 gue juga keliling2 Jakarta dan nongkrong di cafe seperti yang elo lakukan.
Tapi ga apa2, sejak liburan gue sering kok ga tidur (ini sih mungkin karena jam biologisnya belum berubah.. kan kebiasaan begadang ngerjain tugas..) trus... duduk di sofa, menikmati segelas coklat panas, sambil memandangi kerlap-kerlip lampu pohon Natal. hehehe...
That's the moment I really feel so peaceful and in a tranquility..
And that's the moment I really believe that a holiday COULD be something so simple:))
Merry Christmas and Happy Holiday:)
archangela:
yuk, mari berkeliling jakarta di tengah malam. menyenangkan lho melihat lampu2 jalan yang kelip2 itu ;-)
ayoo... kapan nih maunya?? mumpung kegilaan dan kepadatan jadwal belum dimulai lho...