Menunggang Siput - updated!

Monday, August 06, 2007

Baru beberapa menit yang lalu dua orang teknisi berpamitan. Setelah akhirnya berhasil menemukan penyebab matinya jaringan telepon di rumah saya, dan tentu memperbaikinya juga. Sebuah kabel kecil yang terletak dalam kabel besar pada tiang listrik di luar rumah itu terputus, sepertinya akibat sering tergesek oleh dahan pohon. Begitu kata mereka.

Mungkin itu juga penyebab tidak bisa berfungsinya sambungan internet nan cepat yang kami langgan di rumah.

Persis satu bulan sudah, saya mengisi formulir pendaftaran untuk berlangganan layanan internet tersebut. Dengan membayar sekian-ratus-ribu setiap bulan, dunia maya bisa dijelajahi sepuas-puasnya. Bahkan kalau perlu, membiarkan komputer dan notebook tetap menyala dan tersambung ke internet selama 24 jam/7 hari pun tak masalah (tidak masalah pada sambungan internet, bukan pada komputernya lho…).

Buat saya yang sudah menganggap internet layaknya kekasih hati, layanan ini jelas amat-sangat menguntungkan. Apalagi bila dibandingkan dengan layanan dial-up yang selama ini saya gunakan.

Tapi… semenjak pertama kali mendaftar dan juga dilakukan aktivasi terhadap layanan internet ADSL ini, baru satu kali dalam satu hari layanan tersebut berhasil digunakan. Hanya sesaat setelah aktivasi dilakukan oleh bapak-bapak teknisi. Kemudian menjelang malam hari, tidak lagi mau berfungsi.

Demikian pula keesokan harinya.

Dan hari berikutnya.

Dan berikutnya lagi.

Dan entah sudah berapa hari.

Dua kali saya sudah menghubungi kantor yang bersangkutan untuk memberitahukan masalah ini. Pada telepon yang pertama, seperti layaknya seorang customer service yang pernah saya tahu, si mbak mengatakan akan menampung keluhan saya dan meneruskannya kepada teknisi mereka untuk ditindaklanjuti. Jawaban yang sangat aman.

Beberapa hari berlalu tanpa saya tahu kapan sebetulnya tindak lanjut yang dikatakan si mbak customer service tadi.

Telepon kedua, saya mengadukan hal yang sama. Dan benar-benar di luar dugaan, jawaban yang diberikan kepada saya pun masih sama. Hanya orang yang menjawab saja yang berbeda. Laporan akan diteruskan kepada teknisi untuk ditindaklanjuti.

Baiklah… saya akan menunggu. Kalau beberapa hari lagi tidak ada tindak lanjut yang dijanjikan, saya akan menelpon lagi. Sambil berharap bahwa jawaban yang diberikan akan berbeda.

Untunglah belum sampai pada keputusan untuk menelpon yang ketiga kalinya, si teknisi yang dimaksudkan sudah muncul di rumah saya. Mengulangi lagi proses aktivasi yang pernah dilakukan saat pertama kali dulu oleh teknisi yang berbeda, mencari penyebab tidak berfungsinya layanan internet tersebut, sampai akhirnya menyimpulkan bahwa masalah ada pada jaringan telepon yang tidak jernih.

Tapi apa hubungannya dengan koneksi internet?

Berdasarkan penjelasan kedua orang teknisi ini, layanan internet yang baru saja saya langgan membutuhkan kejernihan jaringan telepon. Agak mirip dengan layanan dial-up, modem atau router yang digunakan terhubung dengan jaringan telepon, sehingga jika terjadi masalah dengan jaringan tersebut tentu akan mempengaruhi koneksi internet.

Jadi jika ingin memperbaiki layanan koneksi internet, yang pertama harus dilakukan ya memperbaiki jaringan telepon.

Saya jadi agak bingung.

Perusahaan tempat saya melanggan layanan internet adalah perusahaan yang sama dengan penyedia jasa telepon. Lalu kenapa jadi saya yang harus memperbaiki jaringan telepon? Kenapa mereka tidak menghubungi divisi atau bagian di perusahaan mereka yang memang bertugas untuk memperbaiki jaringan telepon saya?

Ah, ya sudahlah… Kalau memang tidak bisa diperbaiki, mungkin tidak perlu saya lanjutkan saja melanggan layanan internet yang baru ini. Sebelum berlarut-larut tanpa kejelasan begini.

Ngambek?!

Iya, lah!

Gimana nggak ngambek kalau begini ceritanya??

Masalahnya, koneksi internet yang baru ini sudah sempat menunjukkan tanda-tanda bisa digunakan. Saya sudah sempat merasakan serunya menjelajah dunia maya dengan koneksi super cepat. Mengunduh file dan aplikasi berkapasitas besar, video streaming, sampai melakukan kegiatan ‘kurang penting’ seperti chatting atau sekedar memeriksa e-mail dan account lain. Semua bisa dituntaskan dalam sekejap mata.

Yang ternyata hanya euphoria sesaat.

Jelas ‘kan… jauh lebih baik kalau memang akhirnya akan menjadi seperti ini, dari awal saja sebaiknya saya sama sekali tidak merasakan bagaimana manisnya layanan super cepat itu?!

Oh maaf… Lebih tepatnya, mereka sebaiknya tidak memberikan saya kesempatan untuk merasakan luar biasa cepatnya koneksi internet yang mereka tawarkan.

Iya tho, kalau ternyata saya sebenarnya belum waktunya merasakan segarnya air mengguyur keringnya tenggorokan setelah berjam-jam berjalan di tengah gurun pasir, bukankah sebaiknya si pengelana berkuda yang baru saja melintas itu tidak usah menawarkan minuman yang dimilikinya?!

Sudah menyodorkan kepada saya buli-buli yang semula terikat di pelana kudanya, ternyata apa yang diberikannya itu sudah tidak ada isinya. Eh masih ada sih… walaupun hanya setetes-dua setengah tetes.

Lalu ketika ditanyakan mengenai isi buli-buli itu, “Oh, sudah habis ya?! Tapi rasanya tadi masih ada kok… Coba dibalikkan lagi, mungkin tadi tersangkut saja sehingga air di dalamnya tidak bisa keluar,” begitu jawabnya.

Okay, so I’m the one who should wear a ‘dumber’ shirt over here.

Saya dan si pengelana ini sama-sama bisa melihat dengan jelas bahwa buli-buli yang diangsurkannya kepada saya terbuat dari sejenis plastik berbentuk bundar seperti bola. Demikian pula bagian dalamnya. Air di dalam buli-buli itu akan keluar melalui lubang berbentuk tabung kecil yang menjorok ke luar.

Menurutnya, kira-kira di manakah air itu bisa tersangkut? Pada bagian manakah di dalam buli-buli yang mampu membuat air di dalamnya tidak bisa keluar?

Dan yang paling menyebalkan, si pengelana mengatakan bahwa mungkin saja masih ada air di dalam buli-buli yang ada di tangan saya itu. Memang masih ada sih, tapi ya cuma segitu-gitunya aja!

Baiklah, kalau untuk yang satu itu, mungkin saya-lah yang terlalu berharap bahwa memang ada air yang masih bisa saya teguk dari dalam buli-buli. Saya-lah yang berharap bahwa jumlah air yang dimaksudkan oleh si pengelana sama dengan jumlah air yang saya maksudkan.

Toh saya yang tidak bertanya lebih dulu berapa banyak air yang masih ada di dalamnya. Saya jugalah yang tidak mencari tahu lebih lanjut apakah kira-kira saya membutuhkan tambahan air setelah meneguk dari buli-buli miliknya.

Memang saya yang sebelumnya tidak mencari informasi lebih lanjut mengenai perlengkapan yang dibutuhkan agar layanan internet super cepat ini bisa berfungsi dengan baik di rumah saya. Saya juga yang tidak bertanya mengenai kemungkinan gangguan yang akan ditemui selama melanggan layanan ini.

Lalu kalau saya tidak bertanya, apa iya mereka berhak diam saja dan tidak memberitahukan? Bukankah mereka itu penyedia jasa yang saya gunakan?!

Eeerrrggghhhhh…

Sekalipun saya pecandu ‘barang antik’ sejenis iming-iming dan ketidak-jelasan (ooppsss ), saya jelas tidak berharap keduanya ditemukan di saat seperti ini!


updated! – 07 Agustus 2007

Sore hari seusai mem-publish artikel ini, saya mendapat kabar dari Ibu. Beliau memberitahukan bahwa tagihan telepon untuk pemakaian bulan lalu baru saja dibayar, dengan jumlah yang membuatnya nyaris pingsan. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata tagihan internet (nan cepat) itu juga termasuk di dalamnya.

Tunggu…

Saya ‘kan belum sempat menggunakan layanan internet yang dimaksudkan. Lalu kenapa saya harus membayar tagihannya juga?!

Alhasil, siang ini saya menyambangi salah satu kantor cabang perusahaan penyedia jasa internet dan sekaligus telepon itu di bilangan Rawamangun, Jakarta Timur. Tidak lupa saya membawa bukti pembayaran tagihan (darn! Ibu sudah terlanjur membayarnya, lagi) beserta rincian pemakaian internet saya selama bulan Juli 2007 yang diunduh dari sini.

Kepada salah satu customer service, saya pun mengutarakan keberatan mengenai keharusan untuk tetap membayar tagihan tersebut. Gangguan yang mengakibatkan saya tidak bisa menggunakan layanan internet bukan terjadi di dalam rumah saya, atau karena kelalaian penghuni rumah. Karena setelah ditelusuri, salah satu kabel di tiang telepon di depan itulah yang menjadi penyebabnya.

Kalau pada akhirnya penyebab tersebut bisa diketahui, itupun karena secara kebetulan telepon di rumah saya mati. Sehingga mau-tidak mau si teknisi harus memeriksa kabel tersebut. Sementara selama ini kalau saya menekan tiga-digit-nomor telepon yang disediakan oleh perusahaan penyedia jasa itu, tidak pernah dilakukan pemeriksaan terhadap kabel yang bersangkutan.

Yang disimpulkan hanyalah… jaringan telepon di rumah saya tidak jernih.

Kepada si mbak customer service saya sodorkan rincian pemakaian internet tersebut untuk menunjukkan bahwa saya memang belum pernah menggunakan layanan internet. Di sana memang tertera ada sejumlah tujuh kali penggunaan internet. Enam di antaranya dilakukan di hari bapak teknisi datang untuk melakukan aktivasi layanan tersebut, sementara yang satu lagi dilakukan saat bapak teknisi yang lain datang untuk (ceritanya!) melakukan perbaikan.

Setelah bertanya-jawab lebih lanjut, si mbak pun membawa rincian tersebut kepada atasannya, dan dalam beberapa menit kemudian ia sudah menemui saya kembali dengan sebuah keputusan. Uang yang sudah saya bayarkan akan dikembalikan. Setengahnya.

Lalu setengahnya lagi…?

Yaa… tidak akan kembali lagi pada saya.

Menurut penjelasan si mbak, layanan internet dan perusahaan penyedia jasa telepon itu memang pada dasarnya ada di bawah dua payung yang berbeda. Layanan internet ini hanya menumpang kabel telepon yang disediakan oleh perusahaan tersebut. Sehingga jika terjadi gangguan pada layanan internet yang disebabkan oleh jaringan telepon, mestinya memang menjadi tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan.

Termasuk masalah pengembalian biaya yang sudah dibayarkan.

…di manaaa nyaris tidak mungkin meminta mereka mengembalikan uang sekian-ratus ribu saya.

Mengapa demikian, si mbak juga tidak bisa menjelaskan.

Cuma satu kata yang bisa diberikan pada saya… KEBIJAKAN PERUSAHAAN. Oh maaf, itu dua kata ya?!

Dan si mbak pun hanya bisa tersenyum gèlo saat saya mengajukan pertanyaan terakhir, “Jadi, sekalipun saya nggak bisa pake internet karena kesalahannya bukan ada pada saya, saya tetap harus bayar?!”

Ia pun mengangguk pelan.

And case closed.

website page counter

ADA 9 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

loh kmaren dah jingkrak2.. ternyata euphoria duank yah.. knp ga cuba pindah provider?..
btw donlot gtuh.. baca menggunduh jadi sedikit mengernyitkan dahi.. bahasa indonesia jadi tambah aneh ajah.. :p

August 06, 2007 5:36 PM  
» Anonymous Anonymous:

Serpis, Dik. Serpis. Bersiaplah terima nasib. :)

August 06, 2007 11:24 PM  
» Anonymous Anonymous:

memed:
pindah ke mana cuba?

pakdhe:
udah siyap2 kok, pakdhe... walaupun ketika nasib itu datang memanggil, tetep aja berasa teriris dan tersayat ;-(

August 07, 2007 2:01 PM  
» Anonymous Anonymous:

aku selaku oknum senasib hanya bisa mengajak pasrah. yuk..

August 08, 2007 1:52 PM  
» Anonymous Anonymous:

anima:
tapi belum ingin ;-(

August 09, 2007 10:11 AM  
» Anonymous Anonymous:

ini mirip kasus medis, yang ahli ginjal bilang tidak bisa disembuhkan sebelum jantungnya beres, yang ahli jantung bilang sebelum ginjalnya beres prognosanya jelek.

Lha kapan terapinya ?

August 09, 2007 10:18 PM  
» Anonymous Anonymous:

pakDok:
terapinya kalo si bapak teknisi udah menyandang spesialis seperti pakDok mungkin ;-)

August 10, 2007 12:46 AM  
» Anonymous Anonymous:

ratusan orang mengalami hal semacam itu. jadi, yakinlah, anda tidak sendirian (ini kata temen saya yang ngurusin speedy waktu saya komplain. gak jadi marah deh, pasrah!) hehehe...

August 11, 2007 6:49 PM  
» Blogger mbakDos:

aulia:
hehehe masih belum ingin pasrah nih :P

August 12, 2007 4:48 PM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS