Metromini Pembawa Berkah

Monday, October 09, 2006

Si hitam benar-benar menjadi sahabat yang setia hari ini.

Menemani saya berkegiatan, yang memang sebagian besar dihabiskan dalam perjalanan.

Bagaimana tidak?

Pagi menjelang siang hari, saya sudah harus meninggalkan rumah menuju daerah Kelapa Gading. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan, dan mau-tidak mau, saya memang harus ke sana.

Sementara tujuan utama saya adalah kampus, yang letaknya di jalan Sudirman.

Jangankan kamu, saya pun sudah malas membayangkannya.

Perjalanan yang harus ditempuh sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi... berhubung di hampir setiap sudut kota Jakarta sedang dilakukan pembangunan jalur busway untuk beberapa koridor baru, tampaknya sudah tidak ada lagi jalanan yang tidak terkena kemacetan.

Terlebih jalan yang harus saya lalui sepanjang Kelapa Gading-Sudirman?!

Saya hanya bisa berdoa agar kemacetan tidak demikian menggairahkan seperti biasanya, secara waktu masih menunjukkan tengah hari.

Harapan saya tampaknya dikabulkan.

Sepanjang jalan Pemuda, kendaraan memang cukup padat. Namun masih tidak menyebabkan kemacetan yang berarti. Juga kala menyeberangi by-pass dan mulai menyusuri jalan Pramuka. Lalu saya harus menarik napas panjang saat si hitam mulai menanjaki jalan layang di atas perempatan Matraman-Salemba.

This is it!

Kemacetan sudah dimulai.

Paling tidak, saya masih bisa sedikit lega, karena barisan panjang kendaraan hanya terlihat sampai di lampu merah jalan Proklamasi. Yah... tidak terlalu jauh dari tempat saya mulai mengantri.

Si hitam merambat pelan, bersama dengan mobil lainnya.

Di tengah kenikmatan menirukan lengkingan merdu C.J. Snare menyanyikan When I Look Into Your Eyes, tiba-tiba saya mendengar bagian belakang si hitam diketok-ketok. Dari pantulan kaca spion, saya menemukan seorang pria tengah berdiri di belakang dengan sebelah tangan memegang berlembar-lembar uang, dan tangan yang lain memberi aba-aba agar saya memajukan si hitam.

What the he**?!

Kalau toh bisa memajukan si hitam, pastinya sudah saya lakukan dari tadi!

Lalu si pria, yang tampaknya adalah kernet metromini itu berjalan ke bagian depan-kiri si hitam. Ia kembali memberi aba-aba supaya saya memutar setir ke arah kiri, agar kemudian menyelipkan si hitam di antara bajaj dan bus AKAP.

Enak saja dia!

Saya tidak hendak berbelok ke arah Manggarai, kok?! Seenaknya saja dia menyuruh saya menggeser mobil, agar metromininya mendapat jalan dan bisa nyelip di antara deretan mobil di belakang saya.

Saya hanya mengarahkan telunjuk saya ke depan, bermaksud memberitahunya bahwa saya memang tidak berniat membelokkan si hitam ke arah yang ia tunjukkan.

Dengan suara lantang, mengalahkan bisingnya bunyi bajaj yang tepat di samping saya, ia berteriak untuk kesekian kali. Masih kekeuh menyuruh saya berbelok.

Mulailah sumbu mercon ini tersulut.

Saya menggelengkan kepala sambil mengulangi lagi adegan mengacungkan jari telunjuk ke depan. Si kernet masih ngotot dengan suara lantangnya. Saya menolehkan kepala dan menatapnya kesal. Si kernet melotot. Saya tak mau kalah ikut membelalakkan mata.

Lalu ia melipir ke belakang, sepertinya hendak kembali ke metromininya.

Belum habis rasa jengkel itu, kemudian terjadilah adegan pepet-pepetan yang dilakukan oleh metromini – yang dikendarai oleh supir yang adalah teman si kernet ngeyel tadi. Entah mengapa, si supir itu memepetkan metromininya pada si hitam saya.

Jelas tidak terima, saya memepet balik metromini itu. Tidak mau memberi jalan setiap ia bermaksud memotong jalur di depan saya.

Lalu terjadilah acara saling salip antara si hitam dan metromini.

Sepanjang perempatan lampu merah Proklamasi, sampai lampu merah depan Megaria, lalu lampu merah sepanjang jalan Diponegoro, tiba-tiba menjadi arena balap.

Untunglah sebelum memasuki kawasan Taman Suropati, metromini sudah berbelok.

Jadi api yang menjalar di sumbu itu sudah bisa ditiup perlahan-lahan sebelum mencapai pangkal dan akhirnya meledak.

Usai memarkirkan si hitam di lapangan parkir kampus, saya tidak segera turun.

Saya masih harus menarik dan membuang napas panjang berulang kali. Berusaha menurunkan ketegangan akibat adrenalin yang sepertinya sudah mencapai ubun-ubun. Lalu meneguk minuman yang sempat saya beli tadi, dan mendadak gelasnya kosong.

Hhh...

Saya sempat berpikir, mungkin ada baiknya saya ikut berpuasa. Sebagaimana yang tengah dilakukan oleh teman-teman kaum Muslim.

Bukan karena masalah berat badan dan bentuk tubuh yang belum kunjung kembali seperti semula. Kalau untuk yang satu ini, saya tahu, berpuasa bukanlah jawaban. Porsi makan di siang hari memang berkurang, tapi apa iya demikian juga di saat sahur dan berbuka...?!

Yang harus dilakukan adalah pergi ke pusat kebugaran dan kembali membiarkan badan saya bergerak ke sana-kemari. Membakar lemak seiring dengan keringat yang mengucur deras. Karena mengurangi porsi makan bukanlah jalan keluarnya.

Saya lebih butuh latihan untuk mengendalikan emosi.

Saya?

Oh ya!

Kalau kamu seringkali mendengar gosip atau rumor mengenai seorang Shrivas yang tidak punya emosi, saya akan sangat memakluminya. Flat affect’s used to be my middle name.

Dan memang sangat sedikit teman-teman yang mengetahui bahwa temannya yang satu ini adalah seorang yang emosional. Bahwa apa yang tampak di wajah kadang tidak berkorelasi dengan apa yang dirasakan dalam hati (beuh... bahasanya!).

Beberapa teman ada yang merasa senang dengan hal itu.

Bagaimana tidak?!

Bersama dengan saya seperti tidak pernah merasakan masa-masa kesedihan. Kami akan berbincang dengan seru, bercanda dan tertawa-tawa tanpa perlu dipusingkan dengan masalah yang dihadapi. Tidak ada hal lain selain kesenangan.

Namun sebagian lagi merasa keberatan.

Protes, lebih tepatnya.

Menurut mereka, saya memang hampir tidak pernah ‘tampak’ marah. Jarang sekali terlihat sedang kesal atau dalam kondisi emosi yang tidak menyenangkan. Namun ketika itu terjadi, bak gunung meletus, laharnya akan berlompatan ke sana-kemari dan lavanya akan menjalar ke mana-mana.

Saya memang bukan tipe pengomel yang akan melontarkan sederetan kata tanpa henti, saat suasana hati sedang tidak enak. Saya lebih memilih diam dan melakukan apapun untuk mengalihkan perasaan itu.

Saya tetap bisa tersenyum atau tertawa seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

And it works... for some people.

But for the others?

Your eyes never lie,” begitu kata mereka.

Dan buat mereka, kediaman saya ternyata menjadi demikian mengerikan. Dan mendebarkan. Seperti sedang menunggu bom waktu yang akan meledak, tapi tidak tahu kapan persisnya.

Sudah berulang kali mereka menyarankan agar saya mengeluarkan saja emosi-emosi semacam itu. Apalagi perasaan negatif yang memang benar-benar menyiksa.

Ada yang menyarankan saya untuk mengunci kamar, lalu berteriak dengan keras untuk mengeluarkan kemarahan itu. Saya bisa menyalurkan emosi tanpa harus menyakiti orang lain.

Tapi... berteriak? Saya?

Uhm... tampaknya tidak berjodoh.

Teman yang lain menyarankan untuk mendengarkan musik dengan volume sekeras-kerasnya saat saya sedang sendirian di dalam kamar atau dalam perjalanan bersama si hitam.

Yah... kalau yang ini, tidak perlu menunggu munculnya perasaan negatif.

Si hitam pun tahu, setiap kali menempuh perjalanan bersamanya, musik saya dengarkan dengan volume yang luar biasa keras. Bahkan jika handphone berdering pun, saya mungkin tidak akan mendengarnya.

Pilihan lain yang diberikan, tampaknya lebih cocok.

Kelas body combat yang saya ikuti akhirnya menjadi salah satu pelampiasan jika suasana hati sedang tidak menyenangkan.

Agresivitas yang tertimbun bisa tersalurkan dengan kegiatan berlari, memukul, menendang, dan segala bentuk perkelahian.

Dan menghentikan kegiatan itu membuat saya seperti kehilangan sesuatu.

Saya masih harus menunggu sekitar dua minggu ke depan sampai kegiatan pengganti untuk menyalurkan agresi itu dimulai.

Sementara ini...?

Mungkin mengajak si hitam berjalan-jalan bisa meredakan emosi saya juga.

Lagipula kegiatan ini bisa berguna juga, ‘kan?!

Siapa tahu saya tiba-tiba diundang oleh Tinton Soeprapto untuk masuk ke dalam arena?!

website page counter

ADA 15 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

weit ... aikido !!

October 10, 2006 1:31 AM  
» Anonymous Anonymous:

pagi pagi sudah ada acara 2 fast 2 furious

ckckckckckck

October 10, 2006 7:49 AM  
» Anonymous Anonymous:

koq sama postinganya ttg metro-mini :D:D tapi sepertinya anda lebih beruntung daripada saya :( :P

October 10, 2006 10:55 AM  
» Anonymous Anonymous:

Seharusnya sampeyan masih bersyukur karena:
1. mobilnya MATIC
2. si supir metromini tdk melakukan manuver bak pembalap F1
...
Hahahaha
...
mungkin kalo laen kali disuruh maju sama kernet metromini, cobalah sedikit bersahabat:
"Lay, aku ini juga mau ke sana. Sabarlah" *pake logat Batak* dan sedikit senyum.
...
Hihihihi
atau alternatif yg sedang saya gandrungi saat ini:
menggunakan fasilitas kebanggaan Bang Yos a.k.a. bis TransJakarta
no macet no cry
abis itu disambung dengan bajay yg notabene-nya amat menguasai
SELAH2 kemacetan Jakarta
...
mak nyossss, bumbunya nendang banget!
*Salam Pak Bondan*

October 10, 2006 8:06 PM  
» Blogger thornandes james:

bakar aja metromininya. .

October 11, 2006 2:49 AM  
» Blogger Bangsari:

Kopdar aja di HI tiap malam sabtu. he..he..

October 11, 2006 7:36 AM  
» Blogger iin:

wah mbak agatha ngedrift nih.. *tokio drift*
hehe.. emosi marah memang sebaiknya disalurkan mbak agatha, jgn dipendem.. ini menurut teori anger dr seminar aku lohh.. tau deh yg seminarnya ttg anger..
hehehe

wah mabk agatha, lebih baik mukanya yg afek datar, drpd hatinya ;)
hehe cuapeyy deyh.. ngmgin hati ..;)

October 12, 2006 12:13 AM  
» Blogger mbakDos:

mbilung:
ah, akyu maluw ;p

mata:
enggak kok... udah agak siangan ;D

rymnz:
huuu kirain beneran! diriku telah ditipu olehmu ternyata!

si kriwil:
makanya, melamarlah kau menjadi supir transjakarta. biyar bisa melakukan manuver2 yahud ala pak bondan! ;D

james:
pegimana caranya? ;D

bangsari:
sama sapa? supir metromini dan kernetnya?

iin:
jiyee yang lagi seminar! di seminarmu membahas tentang hati tak in? ;D

October 12, 2006 11:26 AM  
» Blogger Selftitled:

Pasti sangat melelahkan y Bu...

October 13, 2006 9:24 AM  
» Anonymous Anonymous:

body combat? aikido? nggak jadi ngelamar,dah...takut..

October 13, 2006 9:00 PM  
» Anonymous Anonymous:

kedipin aja si keneknya, ntar juga luluh hatinya :P

October 16, 2006 4:50 PM  
» Anonymous Anonymous:

saya mampir lagi euuuuuuuuuuuuuuuy...
huehehehehe....

tenang duk, nanti kalau uda nemu cara yang epektip tapi tidak makan biaya besar, let me know ya :p

October 17, 2006 6:06 PM  
» Blogger mbakDos:

kalong:
yahhh... gitu deh ;-|

pakDok:
hah? nglamar sapa? si kernet?

avie:
ehm... jadi maluw
*lho lho lho?! ;D

ancilla:
sabiiiiii
ditunggu lho bek ;-)

October 17, 2006 7:33 PM  
» Anonymous Anonymous:

sudah lama nda naek kendaraan umum. pa lage metromini, seumur hidup malah blom pernah. soale dsini adanya bis damri doank...

October 18, 2006 5:18 PM  
» Blogger mbakDos:

tyka:
wah... dirimu harus mencobanya, mbakGur... pasti akan terkesima dibuatnya!

October 20, 2006 9:43 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS