Penyuman [asal kata: Candyman]

Tuesday, September 05, 2006

Memang baru dua kali ini saya mengikuti pertemuan dosen menjelang dimulainya semester baru. Yah... secara saya memang baru menjalani profesi baru ini selama dua semester.

Perasaan yang sama masih saja hinggap saat saya duduk di antara rekan seprofesi, sesama dosen Fakultas Psikologi. Bahkan menyebutkan kalimat ‘rekan seprofesi’ pun masih terasa sangat janggal.

Bagaimana tidak?

Berada di tengah-tengah dosen-dosen yang usianya jauh di atas saya. Bukan hanya usia, pengalaman mengajar dan pengalaman hidup mereka pun tentunya jauh lebih kaya. Pendidikan dan pengetahuan mereka pun mungkin tidak perlulah dipertanyakan lagi.

Dan itulah yang memunculkan perasaan...

Entahlah...

Saya hanya ingat bahwa rasa itu yang dulu juga muncul ketika saya untuk pertama kalinya menghadiri pertemuan yang sama.

Keterkejutan yang belum usai saat menyadari bahwa orang-orang yang semula menjadi dosen pengajar, kini menjadi rekan kerja saya.

Orang-orang yang dulu berdiri di depan kelas dan memberikan materi kuliah untuk saya catat, sekarang duduk di ruangan yang sama dengan saya. Mengikuti pertemuan yang sama, untuk membahas mengenai rencana perkuliahan di semester yang akan datang.

Orang-orang yang sekarang adalah teman-teman kerja saya, dulu adalah orang-orang yang pernah saya kutuk dan rutuki setengah mati [maaf, tapi saya memang melakukannya].

...ketika saya menjalani semester enam...

Masa perkuliahan yang luar biasa ajaibnya seumur hidup saya.

Saya sudah tidak ingat secara lengkap, matakuliah apa saja yang saya ambil waktu itu. Yang saya ingat [dan benar-benar tidak pernah melupakannya!], ada empat matakuliah istimewa yang saya ambil secara bersamaan.


  • DIAGNOSTIK GRAFIS – Matakuliah ini mempelajari salah satu jenis tes psikologis, yaitu suatu tes di mana subjek diminta untuk menggambar orang, menggambar pohon, atau menggambar pada delapan kotak yang sudah disediakan beserta tanda-tanda di dalam masing-masing kotak. Yah... mungkin kamu pernah mendengarnya, atau bahkan pernah mengerjakannya.

    Di kuliah ini, kami belajar bagaimana menginterpretasikan gambar-gambar yang mungkin dibuat oleh subjek. Kalau tangan tidak ditampakkan dalam gambar, apa artinya. Kalau subjek menggambar orang dalam posisi duduk, apa artinya. Kalau subjek menyertakan buah pada pohon yang digambarnya, apa artinya. Kalau akarnya tampak keluar, apa artinya. Dan seterusnya-dan seterusnya.

    Untuk memahami apa yang kami pelajari ini, kami membutuhkan praktikum. Kami membawa seorang subjek yang akan diminta untuk menggambar. Gambar mereka inilah yang kemudian akan kami interpretasikan maknanya. Dan kemudian diambillah kesimpulan mengenai kepribadian subjek tersebut.

    Kami melakukan masing-masing satu kali praktikum untuk masing-masing tes. Kalau dijumlah, maka dalam satu semester itu [baca: empat bulan], kami melakukan tiga kali praktikum. Dan kami harus membuat laporan atas ketiganya.



  • DIAGNOSTIK RORSCHACH – Untuk yang ini, kami mempelajari tes psikologis yang lain lagi. Dalam tes tersebut, subjek diminta untuk mengungkapkan ceritanya berkaitan dengan gambar yang diperlihatkan kepadanya.

    Gambar yang dimaksudkan di sini adalah sepuluh gambar yang terdapat dalam masing-masing kartu yang ukurannya kira-kira seukuran kertas kuarto. Gambar yang ada pada kartu tersebut seperti sebuah bercak tinta yang membentuk pola tertentu. Berdasarkan gambar-gambar itulah, subjek diminta untuk bercerita.

    Sebagaimana pada Grafis, di matakuliah ini pun kami belajar mengenai interpretasi jawaban yang mungkin dikemukakan oleh subjek. Apa arti dari jawaban A, apa arti jawaban B, apa arti jawaban C, dan seterusnya-dan seterusnya.

    Juga dibutuhkan praktikum untuk matakuliah ini. Dan tidak lupa pula laporan dari praktikum tersebut.



  • KONSTRUKSI TES aka. KONTES – Matakuliah yang benar-benar laknat, matakuliah yang saya kutuk setengah mati. Dengan bobot yang hanya 3 SKS, saya tampaknya telah menyia-nyiakan hidup saya hanya demi matakuliah yang satu ini saja.

    Selama satu semester [baca lagi: empat bulan], kami diminta untuk menyusun suatu alat tes psikologis. Tugas akhir yang memang harus dikerjakan dalam kelompok. Singkatnya, pertemuan rutin yang diadakan selama satu semester difungsikan sebagai reporting progress atas alat tes yang sedang kami susun.

    Sebelum membuat alat tes itu, kami harus yakin bahwa alat tes yang kami maksudkan memang penting untuk dibuat, memang ada kegunaannya, bukan sekedar membuat demi lulus dari matakuliah tersebut. Kami harus tahu apa yang sebenarnya hendak diukur dengan menggunakan alat tersebut. Konsep-konsep psikologis apa saja yang diikut-sertakan di sana.

    Setelah benar-benar yakin dengan landasan teoritis yang kami miliki, maka mulailah proses pembuatan alat tersebut. Ada berapa item yang akan diberikan kepada subjek, masing-masing konsep diwakili oleh berapa item, mengapa jumlahnya hanya segitu. Bagaimana cara mengolah skor yang diperoleh untuk tiap item, dijumlahkah, dibagikah, atau diapakan?

    Kami pun harus melakukan suatu proses uji coba terhadap alat tes tersebut. Dengan demikian kami bisa memastikan bahwa apa yang sudah kami buat memang selayaknya dijadikan alat tes.

    Setiap langkah yang kami jalani untuk membuat alat tes tersebut harus ditulis dalam laporan. Saya bahkan sudah tidak tahu berapa pastinya jumlah laporan yang kami kumpulkan dalam satu semester itu.



  • PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS aka. PENYU – Maaf, kalau tadi saya menyebutkan Kontes sebagai matakuliah terlaknat, saya tampaknya harus meralatnya. Kontes hanyalah matakuliah kedua-terlaknat. Peringkat pertamanya, diduduki oleh matakuliah Penyu ini.

    Saya masih cukup beruntung untuk melakukan proses pembuatan alat tes pada matakuliah Kontes itu bersama teman-teman sekelompok. Kami masih bisa merasakan ritual begadang bersama, berkeliling Jakarta di mobil yang sama, berpusing-pusing bersama tentunya.

    Sementara di Penyu, saya harus melakukan semuanya seorang diri.

    Kalau matakuliah Kontes mengharuskan kami membuat suatu alat tes, di matakuliah Penyu kami diharuskan membuat skala psikologis. Tidak cukup satu, tapi tiga. Dan prosesnya tidak hanya terhenti sampai pada pembuatan skalanya saja. Kami bahkan harus melakukan penelitian dengan menggunakan skala yang sudah kami buat sebagai alat ukurnya.

    Setelah proses uji coba selesai, kami masih harus meneliti kembali skala yang semula kami buat. Berdasarkan uji coba, item mana saja yang masih bisa dipakai dan mana yang harus dibuang. Jika dibuang, apakah jumlah keseluruhan item masih memenuhi persyaratan. Jika persyaratan sudah dipenuhi semua, barulah kami melakukan penelitian dengan menggunakan skala tersebut.

    Selesai meminta subjek untuk mengisi skala yang kami buat, kami masih harus mengolah data. Juga melakukan interpretasi dari data tersebut. Apa arti skor lima, apa bedanya dengan subjek yang memperoleh skor dua. Atau... apakah ada perbedaan antara kelompok subjek yang satu dengan yang lain.

    Proses semacam ini harus kami lakukan sebanyak tiga kali.

    Hanya dalam waktu satu semester.


Kalau saja saya berwenang untuk mengeluarkan istilah KIAMAT, mungkin saya sudah mencanangkan masa-masa itu sebagai akhir dari hidup saya.

Tapi untunglah saya tidak memiliki hak apapun atas hal itu.

Hanya sekedar melewati setiap hari dengan berangkat ke kampus di paginya. Mengikuti kuliah sampai siang menjelang sore. Kembali pulang ke rumah dan langsung duduk di depan komputer. Mengerjakan tugas sampai tengah malam atau dini hari. Tidur barang tiga-empat jam. Bangun kembali di pagi hari. Bersiap melalui hari yang lain dengan aktivitas yang sama.

Saya sungguh bersyukur karena masih berhasil menyelamatkan nyawa sampai detik ini.

Karena kalau tidak...

Tentunya saya tidak memiliki kesempatan untuk menertawai diri saya sendiri.

Iya.

Setelah mengutuki dan merutuki PENYU sebagai matakuliah laknat, sebagai penghancur hidup saya, sebagai penyebab saya menjadi merana, then... you see who am I by now!

Dosen pengajar matakuliah itu.

Dosen yang mungkin dikutuk oleh mahasiswa yang masih juga belum sempat tidur hingga menjelang pagi karena masih duduk di depan komputer.

Dosen yang mungkin dimaki-maki [secara sembunyi-sembunyi] oleh mahasiswa karena menyita waktu bermalam-minggu dan berasyik-masyuk bersama kekasih.

Dosen yang mungkin dibenci setengah mati oleh para mahasiswanya, sebagaimana mereka membenci matakuliah yang saya pegang ini.

Geez...

Never thought that I was there.

Mungkin para mahasiswa saya harus lebih berhati-hati.

Karena semakin mereka mengutuk matakuliah ini, mereka mungkin akan semakin sulit untuk melepaskan diri darinya. Mereka mungkin justru akan menghabiskan waktu lebih banyak untuk berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan.

Dan semakin mereka membenci dosen pengajarnya, mungkin akan semakin sulit bagi mereka untuk melepaskan diri pula.

...dari saya?!

*hell yeah!! ;D

website page counter

ADA 8 KOMENTAR:

» Blogger iin:

berarti aku gak salah donk ya..
klo tiba2 jd ingin menikah dan membina keluarga sakinah di semester 6.. ;) ;)
_sampe sekarang juga pengen siy_

terima kasih untuk blognya dan bahwa aku gak sendiri (kontesku juga semester 6)

btw, aku sirikkkkkkkkkkkkkkkkk
pengen dooong kuliah Ro ama Grafis..*bete mode on* coz
cuma jadi subjek sambil matipenasaran pgn tau hasilnya.. ;(

BTW lagi, Roschach ama Grafis juga bisa menginterpretasi JODOH, Percintaan dan masa depan sso gak?? ;p

September 05, 2006 9:33 PM  
» Blogger thornandes james:

semester 6 yang penuh teori selesai dengan hasil yang tidak disangka2, 1 B dan sisanya A. . HAHAHAHA

tapi semester 7 ini entah. . sepertinya akan kembali turun jauh. . hampir full praktek. . mulai bersiap2 untuk kembali bersibuk dengan project2 + biaya tugas yang melonjak. . Bikin iklan TV bo! ! tidak 1 tetapi 2! hyuuuk. . ditambah harus membuat pameran besar berskala jabodetabek. . T_T

September 07, 2006 3:28 AM  
» Anonymous Anonymous:

aku kangen padamu cantik...

September 07, 2006 11:39 PM  
» Blogger mbakDos:

iin:
coba ntar saya memintamu menjadi subjek grafis n ro, sapa tau bisa saya interpretasikeun JODOHmu ;D

james:
selamat berjuaaannnkkk

t-one:
emang situ doang yang kangen?! ;-)

September 08, 2006 12:09 AM  
» Anonymous Anonymous:

hayah!
dirimu sudah 24 juga kah??
aku kira masih 20an getu, dan dirimu adalah Asdos.

Ternyata DOsen?
dan aku baru sadar bahwa nick mbakDos mu itu stands for mbak Dosen, hahaha...

aku juga punya perasaan yg sama denganmu, berkumpul bersama kolega guru yang umurnya sepantaran ama orang-tuaku bahkan mungkin lebih tua.

dipanggil Ibu Guru oleh muridku (walo aku selalu protes! Jangan panggil IBU, Miss aja...). Ya terharu aja... kemaren masih aja jadi ABG bawel yang hampir di DO karena skripsine molor, sekarang udah jadi Guru SMA, hahaha...

eh add aku dunks di FS :)
http://www.friendster.com/tyka82fs

September 12, 2006 11:22 AM  
» Anonymous Anonymous:

tha..aku tau ini sudah telat rasanyaa..

hmmmm... tapi sungguh aku terharu sekali membacanya (secara mba agatha selalu bisa mengemasnya dengan baik) tiba2 muncul kerinduan luar biasa dengan semua aktivitas itu... no wonder yah tha, rasanya...... entahlah......
masa2 kaya gitu meninggalkan kesan yang gak bisa diungkapkan yaa..

but now you are here.. and so do i!
really a great reflection!=)

jadilah mba dosen yang baik yah tha, biar semua yang sekarang jadi muridmu, kelak bisa jadi sepertimu juga..hehehehe (maksudnya apa toh sie?) so proud of you mba agatha!

October 09, 2006 5:36 PM  
» Blogger mbakDos:

tyka:
mbakGur?! halah... opo seehh??? ;D

sisidi jepang:
yeah... here we are su... ;-)
again... thank you...

October 09, 2006 10:48 PM  
» Anonymous Anonymous:

hihihi...iseng2 numpang baca mba dosen...
saya ketawa membaca tentang PeNyu...kebetulan saya berada di semester 6 dan juga di psikologi...dan sedang merasa 'KIAMAT' gara2 mata kuliah ini...
ternyata bukan saya saja yang merasakan 'hampir gila' gara-gara PENYU...=D

May 08, 2008 4:27 PM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS