Belajar Merangkak

Thursday, August 31, 2006

Ah!

Benar-benar menyebalkan memang keponakan saya yang satu itu!

Setelah menghabiskan berlembar-lembar kertas A4 yang saya simpan di meja komputer bagian bawah, sekarang ia membuat kamar saya menjadi sebuah kapal yang baru pulang dari medan perang.

Mengeluarkan sepatu-sepatu dan sandal-sandal saya dari dalam lemari. Menjejerkan-nya di lantai, lalu dipakainya secara bergantian. Bak perempuan dewasa saja, berjalan berlenggak-lenggok ke sana-kemari sambil membawa tas yang disandangnya di bahu.

Oh, tentu saja tas yang dibawanya itu juga dikeluarkan dari lemari saya.

Lalu setelah mengelilingi rumah dengan mengenakan perlengkapan itu, ia akan kembali dengan tangan kosong.

Entah di mana ia meninggalkan sepatu atau sandal dan tas yang semula dikenakannya.

Masuk kembali ke kamar saya, ia membawa serta selotip, gunting, dan juga kertas-kertas yang semula diletakkannya di atas karpet di ruang tengah. Kertas-kertas yang sudah ditempel satu sama lain dengan menggunakan lem.

Dengan kertas inilah, ia membungkus sesuatu, yang menurutnya adalah sebuah kado. Ia membungkus kotak sepatu, yang sebelumnya sudah terlebih dahulu diisi oleh kaos-kaos kaki milik SI KRIWIL.

Ternyata ‘bingkisan’ itu hendak dibawanya sebagai hadiah pada resepsi perkawinan yang [seolah-olah!] akan dihadirinya.

Alhasil, penuhlah kamar saya dengan sisa-sisa guntingan kertas. Padahal saya bahkan belum sempat membereskan keberantakan yang diakibatkannya tadi.

Sudah puas bermain ‘hendak pergi ke kondangan’, ia beralih ke kamar Ibu.

Semula ia naik ke atas tempat tidur. Hendak menonton Playhouse Disney Channel sambil berbaring-baring, menyanyi-nyanyi kecil dan memeluk selimutnya.

Belum lima menit sejak ia memindahkan saluran televisi yang ingin ditontonnya itu, ia sudah menanggalkan selimutnya begitu saja. Merosotlah ia, turun dari tempat tidur.

Menuju ke meja rias Ibu.

Dan tahulah saya apa yang akan terjadi kemudian.

Dibongkarlah kosmetik milik beliau di sana.

Berbagai jenis sisir dikeluarkannya. Digunakannya satu-persatu untuk menyisir rambut saya, sambil bertanya, “Mau diapain Bu, rambutnya?”

Belum puas hanya menggunakan sisir, digulunglah rambut saya ke atas-bawah dengan menggunakan roll rambut. Dan memfungsikan eau de toilette milik Ibu sebagai hair-spray-nya.

Selesai dengan rambut bagian belakang, ia beralih dengan rambut bagian samping.

Sampai akhirnya semua bagian rambut saya selesai dikerjakannya.

Dan keponakan saya itu meninggalkan saya begitu saja.

Dengan rambut tergulung ke sana-kemari. Berantakan tidak keruan.

Ibu tersenyum-senyum saja. Tampaknya memahami rentetan omelan, rutukan, grundelan, atau apapun yang hendak meluncur keluar dari mulut saya.

Bukan apa-apa.

Saya pusing. Saya harus membereskan setiap keberantakan yang diakibatkan oleh keponakan saya itu. Saya harus membereskan sesuatu yang nantinya toh akan menjadi berantakan kembali.

Saya capek.

“Kaya’ kamu nggak gitu aja dulu.”

Wait... wait...

Saya?

Begitu?

“Kamu pasti nggak inget kalo pernah numpahin bedak Mama, trus kamu guling-gulingan di atasnya, kan?!”

Saya??

“...Sampe sebadan-badanmu putih semua?!”

When???

Lalu saya sadar kalau telah mengajukan pertanyaan yang bodoh.

Membuat Ibu dengan semangatnya bercerita mengenai masa-masa itu.

Setelah berhasil mendapatkan bedak [baca: talc] milik Ibu, saya menuangkan isinya sampai hampir seluruhnya berpindah tempat ke lantai. Masih dengan pakaian lengkap, saya kemudian berguling-guling di atasnya. Membuat sekujur tubuh saya dipenuhi dengan bedak berwarna putih.

Saya juga pernah menggunting sendiri rambut bagian depan saya. Setelah melakukannya, saya berlari keluar menuju rumah seorang teman, agar Ibu tidak menemukan saya dengan kepala yang sudah pitak.

Juga kala bermain sepeda pulang sekolah. Sepeda BMX roda dua milik kakak, saya gunakan untuk balapan melawan anak-anak SD. Saya masih duduk di bangku TK, dan baru berhasil mengendarainya dengan seimbang. Tidak cukup dengan kalah balapan, saya beserta sepeda itu masih harus tercebur ke dalam selokan di depan rumah.

Sementara di sekolah...?! Pelajaran yang selalu berhasil membuat saya tenang adalah pelajaran yang mengharuskan saya mengerjakan kerajinan tangan. Melipat, menempel, menggunting, melakukan apapun dengan menggunakan kertas berwarna-warni. Sehingga saat seorang teman mengganggu saya di saat pengerjaan kerajinan itu, saya segera mengejarnya berkeliling kelas. Dengan gunting masih ada di tangan.

Lalu Ibu mengeluh. Merasa kesal atas perbuatan-perbuatan saya itu.

Entah untuk yang keberapa kalinya harus mengelus dada.

Dan sungguh sangat lucu ketika sekarang sayalah yang melakukan itu.

Mengeluh dan mengurut dada karena tingkah laku keponakan saya.

Seperti tidak pernah menjadi anak kecil saja.

Seperti tidak pernah tahu rasanya menyelundupkan makanan kecil dan permen ke dalam kamar untuk dinikmati menjelang tidur.

Seperti tidak pernah menikmati seru dan menegangkannya berjingkat-jingkat keluar rumah dengan diam-diam untuk bermain ke rumah teman yang letaknya sekitar 500 meter dari rumah saya.

Seolah-olah tidak pernah menikmati keasyikan melarikan diri dari rombongan keluarga untuk berenang [baca: mencelupkan diri] di sisi pantai yang lain. Hingga akhirnya saya tenggelam dan ditolong oleh entah siapa.

Seperti seorang yang tiba-tiba menjadi Shrivas yang sekarang saja. Seorang yang tidak pernah memiliki masa kecil. Seseorang yang selalu mengikuti apa yang dikatakan oleh orang-orang yang lebih tua. Seseorang yang baik budi dan tidak sombong. Pula rajin menabung.

Look who’s talking!

Eh... tapi paling tidak, saya kan tidak pernah membuat kamar Ibu berantakan seperti ini?!

Iya...

...kan?!

website page counter

ADA 7 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

Tanya dong?

1. Emang sekarang gak sering membuat ibumu mengomel nduk...

2. Mengeluh dan mengurut dada karena tingkah laku keponakan saya.
Mau dibantu mengurutkan.... :))

3. Eh... tapi paling tidak, saya kan tidak pernah membuat kamar Ibu berantakan seperti ini?!
gimana kalo ritme jantung orang (pria) lain?

August 31, 2006 10:59 PM  
» Blogger thornandes james:

iiihh! !

gw benci banget sama anak kecil! hahaha!

August 31, 2006 11:42 PM  
» Blogger -ndutyke:

Bak perempuan dewasa saja, berjalan berlenggak-lenggok ke sana-kemari sambil membawa tas yang disandangnya di bahu.

cuman mau nanya aja...
ehm..
uhum..
uhuk-uhuk..

ponakan kamu, cewek kann?? hehehe..hahaha...

http://tyka82.blogspot.com/

September 01, 2006 8:56 AM  
» Anonymous Anonymous:

ternyata dimana mana sama yah..
kalo punya ponakan kecil tuh nakalnya minta ampun
tapi lucu...:)

btw met weekend yah...

September 01, 2006 9:16 AM  
» Blogger konnyaku:

kamu tidak pernah bekerja di tempat penitipan anak kan hohoho.. it was damn tiring but enjoyed it so much..

i love kids thpugh :D

September 01, 2006 2:18 PM  
» Blogger -ndutyke:

jeng..pasang shoutbox dounksh...

http://tyka82.blogspot.com/

September 02, 2006 9:32 AM  
» Blogger mbakDos:

japro:
jawabnya:
1. ehm... masih sih...
2. boleh hyuukkk ;D
3. ssstttttt dilarang bongkar2!!

james:
waduw james... mengapakah demikian?

tyka:
jelas perempuan tho, mbakyu...

mata:
benar!!! lucu nan menyebalkan ;D

stella:
iya sih... belum kebayang juga pegimana kalok saya kerja di tempat begituan ;-)

tyka lagi:
lewat sini aja yak jeng [masih sama gini jawabannya] ;-)

September 05, 2006 1:16 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS