Romantisme Kereta Api

Sunday, July 16, 2006

Berhasil juga saya melarikan diri dari Jakarta.

Setelah sempat tertunda selama satu minggu karena pekerjaan yang tiba-tiba dikejar deadline, akhirnya saya berhasil menjalani sebuah liburan.

Iya. LIBURAN.

Bahkan di saat saya sudah memutuskan akan berangkat, dua jam sebelumnya saya masih berada di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan itu.

Dengan kecepatan sedikit lebih tinggi dari biasanya, saya mengendarai si hitam pulang. Setibanya di rumah, saya langsung mandi, kembali memeriksa barang bawaan dan memastikan agar tidak ada yang tertinggal.

Lalu berangkatlah saya menuju stasiun Gambir. Dan tiba di sana hanya 15 menit sebelum kereta diberangkatkan.

Yah... itulah liburan versi saya.

Semula saya memesan tiket untuk keberangkatan sore hari dengan alasan yang sangat jelas. Saya masih harus menuntaskan pekerjaan saya sampai deadline yang adalah hari yang sama dengan hari keberangkatan saya untuk berlibur.

Saya baru ingat.

Sebenarnya saya memang lebih menyukai perjalanan pada sore-malam hari. Termasuk yang ditempuh dengan menggunakan kereta. Seperti ini.

Entahlah...

Menikmati langit jingga dengan semburat kemerahan selalu menyentil emosi saya. Membuat mata saya enggan beralih dari jajaran sawah hijau dan rumah-rumah sederhana di bawah cakrawala. Kepala saya pun tidak mau menoleh dari jendela.

Terlebih saat melihat anak-anak kecil yang ramai bermain di tanah-tanah lapang, yang letaknya di belakang rumah mereka.

Beberapa anak berdiri berjajar bermain layang-layang. Saling berlomba satu dengan yang lain. Kelihatannya sedang saling mengadu ketinggian masing-masing layang-layang mereka.

Sejauh beberapa puluh meter dari anak-anak pemain layang-layang, segerombolan anak juga sedang bermain di lapangan yang lain. Dengan jumlah yang jauh lebih banyak, mereka membentuk kelompok-kelompok yang lebih kecil.

Anak perempuan bermain karet. Dua orang memegang tali karet yang panjang, dengan tangan yang memegang karet itu diletakkan di atas kepala. Beberapa anak lain berbaris ke belakang, sepertinya menunggu giliran untuk melompat melewati karet yang memanjang itu.

Sementara anak laki-laki bermain bola. Berkejar-kejaran dengan bola kaki yang menggelinding, sementara dua orang berjaga di gawang masing-masing regu.

Kelompok anak laki-laki yang lain... entah bermain apa. Yang saya lihat, mereka berjongkok dengan berkerumun, mengelilingi sesuatu yang tidak saya lihat. Tentunya... tertutup oleh jajaran melingkar punggung mereka. Kelereng mungkin? Atau balap kura-kura? Mungkin juga adu cupang?

Kemudian langit meredup.

Senja menjadi gelap.

Mungkin anak-anak tadi sudah berjalan pulang. Menghentikan permainan mereka dan kembali ke rumah.

Sementara buat saya... waktu bersenang-senang justru baru dimulai.

Saat saya seusia mereka, kegembiraan untuk bermain justru baru dimulai ketika matahari sudah benar-benar tidur.

Atau... kata Mbah Putri, kami baru boleh bermain di halaman rumah beliau seusai adzan maghrib. Karena kalau kami bermain ketika adzan masih berkumandang, setan-setan bisa menculik kami seketika. Karena pada saat itulah mereka berkeliaran.

Seusai adzan, kami – saya, kakak-kakak saya, saudara-saudara sepupu saya – berlomba-lomba keluar rumah. Segeralah dimulai pesta kami.

Perayaan itu biasanya diawali dengan permainan yang menguras tenaga. Membuat kami berkeringat. Petak jongkok, petak umpet, bentengan, galasin [uhm... maaf, saya tidak tahu bagaimana pengejaannya] atau kalau kami sedang kehabisan akal, ya kami hanya akan bermain kejar-kejaran saja.

Setelah cukup terengah-engah, kami mulai tumbang satu-persatu. Duduk di tepi halaman sambil mengatur nafas. Ada juga yang sempat berlari masuk ke dalam rumah untuk mengambil minum, lalu kembali lagi ke luar.

Di sinilah terjadinya tindak kekerasan verbal kemudian. Salah satu kakak saya lah dalangnya.

Ia akan dengan amat bersemangat menceritakan kisah-kisah lucu-namun-tak-lucu [baca: jayus], lawakan-lawakan garing, atau mengajak kami bermain tebak-tebakan, yang kemudian membuat kami ingin menggaruk-garuk tanah saking gemasnya.

Sekalipun kadang-kadang merasa geram [agak hiperbola ya?!], kami toh tidak beranjak juga dari sana. Mencoba tetap bertahan.

Bahkan ketika kami sudah kembali masuk ke dalam rumah pun, kakak saya itu masih tidak kehilangan hasrat untuk terus mengungkapkan hal-hal yang [menurutnya] lucu.

Kadang kami tetap berada di halaman untuk bermain kembang api, atau hanya menatap bintang-bintang di langit sambil mencoba menebak [baca: sok tahu] bintang apakah yang kami lihat itu.

Kadang kami bermain monopoli di ruang tengah. Atau halma, atau ular tangga, atau ludo, atau kartu.

Hanya agar kakak saya sadar bahwa ‘pertunjukannya’ sudah berakhir.

Makan malam bersama orang dewasa yang dilakukan selanjutnya memberikan jeda waktu bagi kami untuk bersiap memulai pesta berikutnya.

Dan Mbah Putri pun menggelar arenanya. Kasur lipat berukuran besar digelar di ruang tengah. Kasur yang sangat besar, yang cukup untuk menampung segerombolan cucu-cucu beliau.

Berbaringlah kami di atasnya dengan perut kekenyangan. Saling dorong dan berebut tempat yang paling nyaman.

Kami pun berjajar bak ikan pindang.

Menonton televisi, mengobrol ke sana-kemari, membicarakan hal-hal yang sebenarnya tidak penting namun selalu berhasil membuat kami tertawa.

Lalu... kami tertidur.

Hhh...

Kapan ya terakhir saya nonton televisi dan mengobrol sampai larut malam dengan saudara-saudara saya? Mendengar Ibu-ibu kami menyuruh kami tidur karena sudah menjelang dini hari namun kami masih juga terjaga? Atau merasakan kenyamanan kasur lipat itu?

Mmm... kapan ya terakhir kali saya menginjakkan kaki di rumah [almarhum] Mbah Putri?

website page counter

ADA 13 KOMENTAR:

» Blogger Selftitled:

Ceritamu mengingatkan Aku akan kampungku, rumahku yang dikampung, yang sekarang tidak ada penghuninya, yang hanya diurus oleh tetangga yang masih berjiwa sosial tinggi.
Aku masih ingat kalau kita bermain ketika adzan maghrib, kita akan diculik oleh Kelong wewe, atau Sandekala. Sekarang semua itu tinggal kenangan, saudara saudaraku sudah menikah, Ibuku tinggal dikota bersama Orang Tuanya, Karena Suaminya sudah pulang kepada sang Pencipta.
Ah..kau memberikan senyuman kecil dengan tulisan ini teman.
Aku Rindu 8 tahun yang lalu!

rgrds
Penunggu Pagi

July 16, 2006 1:44 AM  
» Blogger thornandes james:

ahhhh daku juga ingin berlibuuurrrr! ! ingin ke lombok deh. . hhhh. . kapan ya penderitaan ini selesai. .

btw to be continue ya? belum dikasih tau tuh kemana liburannya. . baru flashbacknya. . huhu. .

July 16, 2006 3:40 AM  
» Blogger mbakDos:

penunggu pagi aka. kalong:
pulang kampung gih ;-)

james:
asiiikkkk berhasil juga membujukmu untuk ikutan berlibur...
nangte... ada kelanjutan ceritanya kok.
kan saya udah janji mau bikin ngiri ;D

July 17, 2006 10:24 AM  
» Blogger konnyaku:

wah liburan
technically saya sedang libur kuliah
tp engga libur kerja.
it's friday and i still have to go to the office on sat and sun.
*sigh*

nice childhood memory ;)

July 21, 2006 2:29 PM  
» Anonymous Anonymous:

hueeeee
itu lagu kok digonta ganti
ayo ayo di donluddddd!! bajak merekaaaa!!! ahahhahah

July 21, 2006 3:47 PM  
» Blogger Ancilla:

sudah lama kereta api menjadi transportasi yang tidak terlalu nyaman... padahal sebenarnya enak.. menikmati hari dan pemandangan selama perjalanan....

July 21, 2006 6:56 PM  
» Blogger mbakDos:

stella:
enjoy your friday, then... ;-)

dork:
manaa?? kirain lagu itu memang buat saya ;D

ancilla:
tuh dia bek...
naik keretanya jangan pas musim liburan kali ya?! ;D

July 21, 2006 8:54 PM  
» Blogger Desperate Houseboy:

Saya cinta blog ini. *baca*

July 22, 2006 2:55 PM  
» Anonymous Anonymous:

bolehkah diriku menemanimu berlibur...?

July 23, 2006 12:36 AM  
» Blogger mbakDos:

andrew:
saya juga cinta...
*lho?!

t-1:
argo muria 16.45
gerbong 3, seat 4C ;-)

July 23, 2006 12:41 AM  
» Anonymous Anonymous:

Lady I know you're the one for me
Lady you're the one I need
it keep me goin' on and on to love you
I give you my soul for you to love to

:x

July 23, 2006 10:15 PM  
» Blogger mbakDos:

t-1:
hahaha... dia tau saya suka lagu ituuuu ;D

July 24, 2006 6:39 AM  
» Blogger Ancilla:

wah kalau ga musim liburan trus kapan duk? lha wong duitnya terkumpul pas masa itu...
kalau cuti, tak kan bisa lama...

July 24, 2006 11:37 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS