Orang KOTA Gadungan

Saturday, June 17, 2006

Kenapa espresso?

Karena saya benar-benar sedang membutuhkan booster setelah apa yang terjadi siang sampai sore ini, sebelum akhirnya saya kembali ke sini.

We’ve made a mistake...

Yes! We! Me and this friend of mine!

Masih untung saya tidak keburu gila di jalan tadi!

Tuh kan... jadi kamu deh yang kena cipratan jadinya. Duh... maaf ya...

Semula saya berniat menyelamatkan hari ini dengan mengatakan bahwa apa yang saya alami telah memberikan pengalaman baru bagi saya. Lalu saya sadar sepenuhnya, percuma jika saya berusaha merasionalisasi, karena toh jadi terasa bagai bencana luar biasa.

Terlalu mendramatisir ya?!

Tapi saya bersungguh-sungguh! Tadi itu benar-benar bencana!

Saat saya dan si teman ini harus mengendarai mobil dari Sudirman menuju daerah Kota!

Mestinya kami naik TransJakarta saja!

Gila! Gila! Gila!!

Biasanya saya patuh melajukan mobil pada jalurnya. Sementara tadi harus mahir selap sana-selip sini.

Saya sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah memperlakukan klakson sesuai fungsinya. Dan tadi saya sangat rajin... hampir setiap sekian meter mobil dilajukan, klakson itu saya bunyikan.

Lalu... berbagai macam umpatan pun terdengar sangat lancar meluncur dari mulut saya.

Si teman malahan berulang kali tertawa terbahak-bahak.

Jelas saya sakit hati!

Katanya, keahlian saya menginjak pedal gas tampaknya sudah teralih pada keahlian saya untuk memutar setir sekian derajat dalam waktu sepersekian detik.

Katanya, bunyi din-din tampaknya justru lebih teratur dibandingkan suara lengkingan Axl Rose yang semula setia menemani perjalanan kami.

Katanya, sepeda motor yang sliwar-sliwer di depan mobil saya sudah lebih mahir memaksa saya untuk mengekspresikan perasaan... dibandingkan dirinya.

Saya bahkan sudah tidak bisa dibedakan dengan ‘orang Kota’, hanya dalam waktu 30 menit.

Saya cepat belajar.

Begitu katanya.

Tapi buat saya, itu jelas bukan sebuah pujian!

Saya sama sekali tidak menyukai semua yang saya lakukan tadi.

Bahwa harus membunyikan klakson dan membuat kebisingan. Harus memotong-motong jalur mobil lain. Mengeluarkan ucapan-ucapan kasar pula, yang kemudian dianggap sebagai lawakan oleh teman saya ini.

Nah, itulah permasalahannya. Saya harus melakukan itu semua!

Karena kalau tidak... bisa-bisa si hitam yang terserempet atau tertabrak. Atau malahan dialah yang menyerempet atau menabrak kendaraan lain.

Bisa-bisa saya bahkan harus menghabiskan waktu selama tiga jam dalam perjalanan itu. Lalu di tengah perjalanan harus dihentikan oleh Pak Polisi pula, karena hanya membawa dua penumpang dalam mobil saya.

Sudahlah...

Saya sudah menyerah untuk membahas suka-tidak suka.

As I told you, saya jelas tidak suka dengan apa yang saya lakukan tadi. Tapi toh saya harus melakukannya juga, like or dislike.

Saya toh harus menjadi seperti ‘orang-orang Kota’ itu, seperti kata si teman.

Karena pada akhirnya tidak lagi menjadi penting bahwa saya sebenarnya tidak suka membunyikan klakson. Yang penting adalah saya harus memberikan tanda kepada supir mikrolet bahwa si hitam ada di sampingnya, yang mana akan terserempet jika ia memutar setir dan melajukan mikrolet itu.

Caranya?

Tak lain tak bukan, ya dengan membunyikan klakson itu.

Tidak mungkin kan saya membuka kaca jendela, lalu mengucapkan permisi atau numpang lewat kepada si supir mikrolet itu?! Atau agar lebih sopan, saya turun dari mobil dan meminta sang supir meminggirkan sedikit mikroletnya?!

Sekalipun cara itu mungkin relatif lebih sopan, tapi bukan berarti bahwa si supir akan mengindahkan permintaan saya. Bukan berarti pula saya akan mengurangi intensitas klakson yang terdengar. Yang ada, malahan saya yang diklakson oleh pengendara-pengendara lain lantaran terlalu sopan [atau terlalu bodoh nan tolol?!].

Benar-benar sekian menit yang terasa begitu panjang daripada yang seharusnya.

Yah... berdoalah agar identitas saya sebagai ‘orang Kota’ gadungan hanya berlaku di sana saja. Jadi, saat saya mengantarmu pulang nanti, kamu tidak akan sibuk mengatur nafas karena keahlian saya yang baru: membunyikan klakson secara ritmik, mengumpat dengan ketukan tertentu, ataupun memberi jarak kendaraan lain hanya sekian sentimeter dari si hitam.

Dan... baru cerita begini saja, espresso saya sudah habis?

Lalu, apa lagi yang bisa digunakan sebagai booster?

What about... another trip to Kota?

website page counter

ADA 10 KOMENTAR:

» Blogger thornandes james:

yahh begitulah keadaan jakarta setiap hari bukan, dan alasan tersebut jg yg membuat teman2 saya melarang saya belajar nyetir, karena sindroma saya saat melihat sepeda motor dan org sliwar sliwer sekarep'e dewe adalah timbul kegemasan untuk melindas mereka semua dengan mobil saya. .

untungnya saya gak bisa nyetir. . :p

June 18, 2006 3:26 AM  
» Blogger mbakDos:

james:
untungnya saya gak belajar mengendarai motor... kalok iya, trus suatu hari bertemu dirimu di jalan, bisa2 saya dilindes deh ;-)

June 19, 2006 3:40 PM  
» Blogger Ancilla:

tampaknya pengendara motor pun sebal dengan pengendara mobil toch?
intinya bukan mengendarai apa tapi masalah kepentingan.

June 20, 2006 7:15 AM  
» Blogger mbakDos:

ancilla:
kalok bahas2 kepentingan, ya setiap orang akan merasa kepentingannya dia yang lebih penting bukankah?! ;-)

June 20, 2006 7:44 AM  
» Anonymous Anonymous:

Si item kasihin bemper yang lengkap dooong...

atas-bawah kiri-kanan depan-belakang, gituuuu...

gegegegege...
tosh kalo udah jadi orang kota, kota Jakatra maksute **jasjus mode

June 20, 2006 3:33 PM  
» Blogger Ancilla:

yah daripada pada salah-salah-an.. lebih baik memahami kalau semuanya bermain dengan kepentingannya masing-masing.

June 21, 2006 7:38 AM  
» Anonymous Anonymous:

kalo memang gak bisa permisi atau si supir mikrolet tetap nekat ya DIKLAKSON aja nduk....(suka tidak suka ya kalo memang harus gimana?)

mungkin lain kali kalo mau ke kota diperhitungkan lebih matang kali ya, biar tidak terjebak pada perilaku yang sama :))

NB:
Nah sekarang gak komentar mengenai UMUR kan...

June 27, 2006 11:30 PM  
» Anonymous Anonymous:

Nambahin lagi deh....

Ini bukan berarti gak boleh ke kota lho... Banyak barang-barang menarik di sana. Mungkin kalo emang syulit, mungkin bisa naik taksi kali ya nduk....

June 27, 2006 11:41 PM  
» Blogger mbakDos:

arma:
daripada buat si hitam, mending saya yang dipakein bemper kali ya?! ;D

ancilla:
stuju! kalok udah sama2 paham kan, yang ada bukan salah2an, tapi bener2an... *halah

gop:
nangte... yang diperhitungkan jelas bukan masalah akan ke kota lagi atau enggak kok...
masalahnya, supir TransJakarta atau supir taksi jelas bukan orang yang pas untuk nemenin saya ke sana...
ehm... mungkin supir mikrolet bisa dipertimbangkan kali ya?! ;D

June 27, 2006 11:50 PM  
» Anonymous Anonymous:

kalo gitu cari supir pribadi aja nduk...

mungkin biar lebih gampang gimana kalo supir mikroletnya dijadikan supir pribadi....

he3x sekedar mengingatkan akan keTUA-anmu:

step by step oh baby....
(NKOTB)

June 28, 2006 12:05 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS