Saturday, July 08, 2006
Mengingatkan saya pada rambut hijau yang pernah saya punyai.
Dulu...
Suatu hari, saat saya baru saja berganti status dari seorang pelajar menjadi mahasiswa, saya meneguhkan hati untuk melaksanakan niatan saya pergi ke salon.
Malas sih sebenarnya.
Tapi kata Ibu, rambut saya sudah acak-acakan, tak keruan bentuknya. Mana saya sangat malas menyisir dan mengurusinya. Masih untung rambut saya cukup pengertian untuk tidak berubah wujud menjadi ijuk.
Dan siang itu, entah petir mana yang mampu menyadarkan saya, akhirnya saya membawa diri ke salon. Saya pikir, daripada bengong-bengong tanpa kejelasan di hari Minggu siang, yang notabene harusnya diisi dengan kegiatan bersenang-senang, mungkin lebih baik saya ke salon. Siapa tahu saya bisa menemukan kesenangan juga di sana. Makanya, saya memilih untuk mengunjungi sebuah salon yang cukup ternama, yang letaknya memang lebih jauh daripada salon langganan saya. Niat pertama ketika seorang kapster pria bernama Bella menghampiri saya, saya ingin merapikan bentuk [baca: model] rambut saya. Setelah rambut saya dicuci, jadilah si Bella ini mengguntingnya sesuai dengan model yang saya minta: dirapikan saja. Dengan sabar, saya duduk dan membiarkan Bella mengerjakan semuanya. Membaca majalah tentunya menjadi satu-satunya hiburan saat menunggu proses itu selesai. Ya... kalau tidak begitu, tidak laku juga dagangannya 'kan?! Dalam waktu sekian detik berikutnya, saya pun memutuskan untuk melakukan perubahan besar pada rambut saya. Seperti yang saya lihat pada halaman majalah di tangan saya itu. Saya akan menambahkan warna biru pada rambut saya. Catat! BIRU lho ya... Sekian jam berikutnya, saya masih belum beranjak dari salon itu. Terkantuk-kantuk. Mulai bosan pula. Dengan penutup rambut di kepala saya, juga penutup telinga berwarna hitam. Menunggu pewarnanya meresap ke dalam rambut saya. Begitu kata Bella. Sekian jam berlalu, dan akhirnya proses itu selesai. Lho... kok hijau?? Yang saya minta kan biru?! Kenapa jadi begini warnanya?! Tidak mungkin kan Bella tidak bisa membedakan mana warna biru dan mana yang hijau? Toh saya juga sudah melihatnya menuangkan isi tube cat yang berstiker biru. Melihat rambut saya yang baru, Bella menyadari kekecewaan saya. Ia segera menawarkan untuk mengecat kembali seluruh rambut saya dengan warna hitam atau coklat natural, agar warna hijau itu tertutup. Tapi ya sudahlah... Saya sudah terlalu lama berada di sana. Saya tidak bisa membayangkan jika harus melewati proses yang memakan waktu sekian jam lagi. Bisa jamuran saya di sana. Saya putuskan untuk meninggalkan salon itu. Dengan kecewa tentunya. Saya juga kemudian memutuskan untuk membiarkan saja warna hijau itu tetap ada di rambut saya selama beberapa lama. Paling tidak, bisa mencegah saya untuk mengeluarkan uang lagi untuk menutupi warna hijau itu dengan warna lain. Alhasil, menjadi tenarlah saya. Shrivas berambut hijau. Tetangga-tetangga saya langsung mengenali begitu saya turun dari mikrolet di depan jalan masuk menuju rumah saya. Teman-teman di kampus tanpa ragu memanggil dengan meneriakkan nama saya dari kejauhan. Bahkan, seorang dosen pun sempat menghukum saya karena saya tidak segera menghitamkan warna rambut saya kembali. Hal-hal itu jelas membuat saya senang. Terlebih lagi, kalau kamu tahu bagaimana gaya berpakaian saya ketika itu, saya rasa memang sudah sepantasnya saya dikenali begitu banyak orang. Paling tidak, teman-teman satu fakultas. Seragam kuliah saya terdiri dari kemeja atau kaos, celana panjang jeans, sandal, dan backpack. Kaos yang saya kenakan adalah kaos gombrong, yang sebenarnya lebih cocok dikenakan oleh kaum pria. Atau kalau saya sedang ingin sedikit rapi, saya akan mengenakan kemeja bermotif kotak-kotak dari bahan flanel, yang sebenarnya adalah kemeja milik kakak-kakak pria saya. Saya menggulung lengannya yang panjang hingga memendek sebatas siku. Untuk celana jeans, kalau tidak salah, saya hanya punya tiga potong celana andalan yang biasanya saya gunakan untuk kuliah. Yang dua merupakan celana jeans standar, yang biasa dikenakan orang-orang pada umumnya. Sedangkan untuk yang satu, saya sudah merobekkan bagian lututnya. Jadi ya... saya akan menggunakan kedua celana yang pertama secara bergiliran, dan celana robek itu baru akan saya kenakan pada special occassion. Sandal, saya masih ingat betul wujud sandal yang saya kenakan itu. Merk Eagle, dengan alas berwarna merah dan pengikat berwarna hitam, bentuknya seperti sandal jepit pada umumnya. Jelas kan, bagaimana saya kemudian menjadi demikian dikenali? Kalau tentang tampilan wajah, ya sudahlah... Itu sudah bawaan Ayah dan Ibu saya. Tidak bisa diapa-apakan lagi, 'kan?! Dikenal banyak orang... jelas menjadi suatu kebanggaan buat saya. Tapi itu hanya awalnya. Karena selanjutnya, yang ada justru rasa tidak nyaman. Tidak enak rasanya saat seseorang membicarakan saya karena apa yang saya kenakan, karena penampilan saya. Terlebih lagi, karena tampak sangat jelas bahwa saya begitu berbedanya [baca: ANEH]. Lalu saya menambahkan topi pancing berwarna hijau tua dengan tulisan besar PETUALANGAN SHERINA dalam daftar seragam kuliah saya. Saya mengenakannya untuk menutupi warna hijau di rambut saya. Kenapa? Ya jelas... karena malu. Bagaimana mungkin tidak merasa malu ketika orang-orang mengenali saya karena kemeja flanel kotak-kotak maupun rambut hijau saya?! Bagaimana mungkin tidak merasa malu dikenali oleh banyak orang karena keanehan saya?! Bagaimana bisa menyenangkan jika saya menjadi terkenal justru bukan karena saya adalah Shrivas?! Saya kemudian menyadari. Bahwa saya salah. Bahwa apa yang telah saya lakukan bertahun-tahun sebelumnya adalah salah. Bahwa saya mengenakan orang lain sebagai kostum yang saya kenakan sehari-hari, jelas salah. Sekian tahun sebelum tragedi rambut hijau, saya membangun sebuah karakter. Seorang Shrivas yang kelaki-lakian aka. tomboi. Saya menciptakannya secara sadar sesadar-sadarnya. Semuanya bermula dari cara berpakaian tentunya. Dengan baju gombrong dan celana panjang sebagai kostum wajib. Rambut pendek belah tengah. Kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan yang juga mendukung kelaki-lakian tersebut: basket. Ternyata berhasil! Semua orang kemudian mengenali saya sebagai seorang wanita dengan jiwa laki-laki. Dan keberhasilan itu ternyata tidak didukung oleh perasaan yang hinggap dalam diri saya. Tidak nyaman. Demi mempertahankan image yang sudah saya bangun dengan susah-payah, saya harus rela mengubur dalam-dalam keinginan saya untuk berdandan, untuk tampil cantik, untuk mengikuti kegiatan menari. Saya harus tetap memegang teguh apa yang sudah saya bangun. Lalu saya lelah. Untuk apa saya terus mengenakan orang lain sebagai diri saya, sementara saya tahu bahwa saya merasa sangat tidak nyaman karenanya? Saya juga cukup bodoh untuk beranggapan bahwa bersembunyi di balik ‘kostum’ orang lain akan membuat saya merasa nyaman. Karena saya pikir, saya dapat menemukannya di sana. Tapi ternyata, toh saya malah tidak berpikir. Saya hanya MERASA menemukan kenyamanan itu di sana. Dan seolah-olah apa yang saya rasakan itu adalah keluar dari kepala saya. Saya bahkan cukup tolol untuk tidak mengakui bahwa rasa itu justru saya temukan saat Ayah meminta saya mewakili Ibu yang sedang tidak enak badan, untuk menemani beliau menghadiri sebuah resepsi perkawinan. Saat saya kemudian mempersiapkan gaun dan high-heels yang akan dipakai, juga riasan yang sekiranya sesuai dengan gaun itu. Saya kemudian berharap bahwa Ayah akan lebih sering mengajak saya. Saya berharap akan ada kesempatan lain yang mengharuskan saya berdandan. Tapi ternyata tidak perlu dicari. Saya bisa mulai berdandan tanpa harus menunggu ada kesempatan khusus untuk itu. Saya mulai bisa mengenakan kaos yang potongannya pas dengan lekuk tubuh saya. Saya mulai mengenakan tote bag untuk menyimpan bawaan saya. Saya mulai mengenakan cincin, gelang, kalung, untuk memperindah penampilan. Lalu saya juga mulai memanjangkan rambut. Saya memang bisa tampil cantik kapanpun saya mau. Di saat yang sama, saya kemudian menemukan kenyamanan yang saya cari. Ternyata di sanalah adanya. Lalu... Sim salabim abrakadabra! Jadilah Shrivas yang sekarang. Shrivas yang kamu jumpai ini. Shrivas yang telah menjadi jauh lebih bangga. Shrivas yang sedang menikmati kenyamanan dalam dirinya sendiri. Shrivas yang kemudian dikenali oleh banyak orang memang sebagai seorang Shrivas. Dikenal sebagai Shrivas yang pernah memiliki rambut hijau. Malu? Tidak lagi. Saya selalu bangga menceritakan kembali kisah rambut hijau saya. Karena rambut hijau itulah yang menjadi mantera sihir dan menyadarkan saya untuk mengenakan kostum diri saya sendiri. Kostum Shrivas. “Kalo rambut saya diginiin bagus gak ya?!”
“Mmm... bisa dicoba sih, Say... Tapi jangan semuanya. Highlight aja di dalem, jadi gak terlalu nyolok gitu. Pas kena cahaya atau lampu, baru keliatan. Wah... pasti bagus!”
Bisa saja dia!
ADA 13 KOMENTAR:
Menurut saya, salah satu hal yang menarik dalam hidup adalah berbagi. Terlebih apabila itu menyangkut penemuan jati diri. Selamat ya 'Shrivas'..!! Sudah nyamankah dirimu dengan sebutan shrivas itu? atau itu hanya akan jadi penyesalanmu yang berikutnya?
Pertama, saya ingin bertanya satu hal dasar (2 pertanyaan sebelumnya kurang mendasar). Mungkinkah warna dasar rambut anda sebenarnya kuning (baca: blonde)? karena seperti yang kita ketahui, warna hijau lahir dari campuran warna kuning dan warna biru, sehingga tidak pernah terjadi adanya kesalahan pemberian warna oleh si bella.
Kedua, shrivas berambut hijau dulu tidaklah berbeda secara pribadi dengan shrivas yang sekarang. Tidak bermaksud untuk tidak menghargai perubahan itu, tapi memang shrivas yang sekarang tetap memiliki kualitas yang sama dengan shrivas berambut hijau sebagai seorang teman.
Saya melihat keanehan seseorang lebih kepada, bagaimana ia bersikap ketimbang bagaimana ia berpakaian. Seperti yang kita berdua ketahui, banyak sekali kawan kita yang lebih 'aneh'(merujuk kepada kata-kata anda) dalam berpakaian.
Sedikit berbagi pengalaman. Label 'aneh' dalam berpakaian akan muncul dalam diri saya ketika saya tidak PD dalam memakainya. Akan tetapi, label tersebut tidak akan muncul (terutama ke diri saya sendiri) apabila saya nyaman memakainya. Banyak sekali model baju masa kini yang menurut saya aneh bentuknya. Hal yang saya rasakan ini tidak saya lihat di orang lain. Entah mengapa mereka tidak terlihat aneh ketika mengenakan pakaian tersebut.
Dari kejadian itu saya mulai berpikir (tentang model baju tentunya), apa yang membuat dia tidak terlihat aneh dan saya merasa aneh ketika menggunakannya. Cuma satu jawaban yang saya temukan, yaitu percaya diri. Mungkinkah Shrivas menemukan jawaban lain?
Saya sering mendengar, "model baju itu bukan gw banget..!". "ih.. najis banget pakaiannya!!".
Pertanyaan yang muncul kemudian, "apakah bercelana baggy menjadikan seseorang berubah kepribadiannya?", atau yang lebih sederhana, "apakah menggunakan jel rambut menjadikan seorang rocker menjadi seorang personel 'boy band'?". Pertanyaan yang lain, "apakah vokalis the calling salah aliran musik?". Sebagai seorang vokalis dengan suara yang mumpuni membawakan lagu-lagu the calling yang mengarah ke alternatif rock, kenapa model rambutnya manis sekali?
Saya yakin, semua orang mempunyai role model. Dengan meniru gaya mereka tidak menjadikan orang tersebut tidak orisinil, atau menggunakan topeng.. Tidak bisa dibayangkan berapa banyak model baju jika semua orang ingin orisinil.
Akhir kata dari komentar saya yang berkepanjangan ini, saya tidak akan pernah menyesali bahwa saya adalah teman anda. Baik dengan bungkusan rambut hijau maupun dengan bungkusan yang sekarang, shrivas tetaplah seorang agatha yang saya kenal. Sebagai komentar tambahan, saya rasa kita memiliki masa lalu yang sama menyangkut percaya diri..
darling, everybody has their low moment in fashion, me myself did it, we do make mistakes, but the important one we did it, we realized it, and we improved it! huhuhuhu. .
number one rules in fashion is be urself with ur own style, klo yg namanya trend diikutin jg ga ada abisnya toh?
gw sendiri jg sampai pada style gw yg sekarang melewati tahap2; dari tidak sadar sampai kelewat sadar sama fashion, dari yg cuma seadanya dan enak dipakai sampai terlihat very-stylish-in-my-own-way dan tetep enak dipakai. .
bisa melepaskan kostum yg pernah kita pakai berarti we're appreciating ourselves dan kita udh dpt menerima diri kita apa adanya dan yang pastii
Senangnya bisa menjadi diri sendiri sekarang!
titsyl:
dengan nama SHRIVAS... cukup nyaman. kalok gak nyaman, ya gak akan bertahan lama kok ;-)
kedua.. saya yakin seyakin2nya, warna aseli rambut saya bukan pirang kok. saya kan orang indonesia aseli [sssttt jangan protes!!]
ketiga.. seseorang 'dikategorikan' aneh atau tidak, memang tidak secara eksplisit dari penampilan atau cara berpakaiannya. tapi saya percaya, bahwa cara berpakaian itu memang mencerminkan apa yang ingin ditampilkannya. kalok dulu saya identik dengan rambut hijau dan kemeja flanel, ya memang ada citra aka. image tertentu yang ingin saya tampilkan.
the problem is... kalok apa yang ditampilkan itu bukanlah apa yang diinginkannya. mungkin ini yang syulid kali ya...
i'm always glad to be your friend too...
lebih senang karena akhirnya kamu berkunjung juga ke sini
enjoy your trip then, tits...
james:
... Senangnya bisa menjadi diri sendiri sekarang! ...
for sure dear... walaupun harus melalui bukit terjal dan sebrangi lautan
*halaahh kaya' chrisye ah
bantal:
it's not a sin, i believe it definitely!
dosa atau gak dosa kan memang udah ada di the-great-big-book. dan saya yakin masalah berpakaian tidak tercantum di sana ;-)
Oooh hubungannya dengan petualangan Sherina cuma TOPI BERTULIS DOANK toooh ?
Kirain pernah diculik, atau main2 ke hutan dan yang mirip dengan filmnya.
Yaa yang enak jadi diri sendiri laah tapi juga dengan tidak "ANEH" kerena kalo ANEH bisa bener-bener sendirian ntar hwekekeke......
plok..plok...
selamat
sudah menemukan diri sendiri :)
judgement orang lain itu memang bisa jadi pedang bermata dua ya...
K
cerita ini mengingatkan gue pada suatu hari Sabtu beberapa tahun lalu (kalo gak salah tahun 2000 semester gasal)....
Saat itu gue lagi ngajar Pengantar Statistik, ketika tiba-tiba gue melihat ada warna hijau di kepala seseorang mahasiswi yang mengenakan kemeja flanel, jeans dan sandal jepit.... Jreng gue jadi ngeliatin si mahasiswi tersebut terus gue tanya ama asisten siapa nama anak itu......
Gue notice lagi si 'rambut hijau' beberapa minggu kemudian ketika dia mendapatkan nilai tertinggi untuk paper statistik yang gue tugaskan.... (dlm hati gue bilang, "well kamu bisa membuktikan bahwa kamu tidak sekedar beda penampilan doang...., good )
Lalu gue melupakan si rambut hijau....
sampai tiba-tiba si rambut hijau menjadi asisten kuliah gue. Rambut hijaunya sudah hilang dan penampilannya jadi 'feminin' (yang mungkin gak berubah adalah pipinya yang tetap agak bulat =)) )
well ternyata si rambut hijau ini menjadi asisten gue selama 2 tahun deh, jadi anak bimbingan skripsi gue (gue gak usah bilang kan kalo nilai skripsinya tinggi banget :)) ), jadi dosen yang menggantikan gue ngajar Penyu.... dan mungkin yang terpenting dia adalah salah satu sahabat gue yang terbaik saat susah maupun senang...
well glad to be your friend agatha...
arma:
stuju! berasa bener enaknya sekarang deh... ;-)
uli:
makasih...
*take a bow dan tersupi-supi ;p
ancilla:
judgement orang lain emang gak ngenakin bek...
tapi buat saya, jauh lebih gak ngenakin kalok saya nge-judge diri saya sendiri aja sebagai seseorang yang...'nggak banget'...
lebih kerasa banget gak enaknya kalok diri sendiri aja udah ngerasa begitu...
t1:
K-ta siapa?
coba... tolong... diselesaikan komennya ;-)
japro:
glad to be your friend too...
btw, jadi yang lo maksut sahabat itu termasuk membeberkan kronologisnya lebih lengkap gitu?? *emosih emosih
Kangen - tha
[selesai kommennya ;)]
t1:
duh... dikangenin? jadi gak enak ;D
Jadi "gak enak" atau jadi "enak" ?
maapin sohib saya yang satu ini ya mr t-1, doi emang suka pura2 malu-malu gitu (kadang-kadang malah malu-maluin...)
=)) =)) =))
stujuh. kalau uda membuat kita ga nyaman ya pegimana....