Berpacu dalam Arena

Monday, January 01, 2007

Tampaknya segala keriaan menjelang tahun baru benar-benar harus dilupakan. Saya malahan harus berbaring di sofa, menonton siaran televisi, sambil mencoba memasukkan minuman-minuman hangat ke dalam mulut saya.

Sudah hampir satu minggu, ingus di hidung tidak juga berhenti mengalir. Tenggorokan tidak juga hilang gatalnya. Kalau dahi dan leher diraba, suhunya masih saja tidak kunjung stabil. Snut-snut di kepala juga belum berkurang.

Selain maag, influenza memang penyakit yang sangat menjengkelkan buat saya. Kenapa? Ya karena memaksa saya untuk menghentikan semua aktivitas yang biasa dilakukan.

Sepanjang hari hanya berbaring di tempat tidur atau sofa sambil menonton televisi. Kalau berjalan sebentar saja ke dapur untuk mengambil minum, tak lama kemudian pasti snut-snut itu menyerang lagi. Ditambah dengan bersin-bersin yang tidak kurang dari tiga kali berturut-turut.

Juga sekarang ini.

Tidak ada acara tahun baru yang bisa dihadiri.

Sementara teman-teman sibuk menyiapkan barisan konvoi mobil untuk berjalan sepanjang jalan tol, atau berkeliling jalan protokol sambil membawa terompet, atau asyik membakar ayam untuk dimakan beramai-ramai, saya harus absen dari semua itu.

Sedari tadi yang saya lakukan menjelang pergantian tahun ini hanyalah bermain-main dengan remote dan channel televisi.

Semua menayangkan acara bertajuk ‘menyambut tahun baru’. Pergelaran musik di sini dan di sana, di pantai, di hotel berbintang, atau di gedung pertemuan besar dengan dihadiri beribu penonton. Acara tutup tahun dengan menghadirkan bintang-bintang ibukota. Berbagai tayangan kaleidoskop untuk mengenang peristiwa penting yang terjadi di tahun ini. Atau juga penayangan film-film unggulan baik buatan lokal maupun internasional.

Tapi tetap saja tidak ada yang menarik untuk ditonton.

Yah... mungkin segala acara tahun baruan itu memang harus dilupakan saja. Saya memang harus beristirahat.

Jadi, mematikan televisi, berjalan ke kamar, dan berbaring di atas tempat tidur, memang menjadi pilihan yang paling mungkin untuk dilakukan. Dengan bantal dan guling yang empuk, dengan selimut yang tebal, ditemani secangkir teh manis hangat, dengan wait...

Ada apa itu di atas bedcover?

Ooohh... mainan-mainan milik keponakan saya. Yang rupanya kelupaan untuk dibawa pulang.

Kemarin saat para keponakan menginap di rumah, kamar tidur saya memang menjadi sasaran persinggahan mereka. Mereka mondar-mandir saja di dalam. Bermain di situ, makan juga di situ, atau kalau tidak ada yang dilakukan pun, tempat tidur saya pun akan digunakan untuk berbaring-baring.

Dan sebagai akibatnya, tidak hanya letak barang-barang berpindah dari tempatnya semula, tapi juga ada barang-barang yang bukan milik saya, tiba-tiba menjadi salah satu penghuni kamar.

Lihat saja di situ.

Ada buku bacaan berwarna, pensil, sisir, celengan...

Oh, bukan.

Kalau kalender yang itu, itu memang punya saya.

Iya, saya tahu.

Ini sudah bukan November. Mestinya sudah sejak sebulan yang lalu saya membalik halamannya. Atau bahkan sebaiknya justru langsung saja menggantinya dengan kalender baru, karena toh tahun ini baru saja berakhir.

Maaf, kalau untuk urusan semacam itu, saya memang bukan orang yang rajin melihat kalender hanya untuk mengetahui tanggal-bulan-tahun berapakah sekarang. Berhubung semuanya sudah bisa dilihat melalui jam tangan atau handphone yang notabene saya bawa ke mana-mana, jadi kalender memang hanya berfungsi sebagai pelengkap-penderita saja.

Lagipula, daripada pusing memikirkan penggantian kalender, saya biasanya lebih tertarik untuk membuat agenda baru setiap kali tahun berganti.

Membuat?

Iya, saya memang membuat time planner sendiri dalam sebuah buku tulis yang semula hanya berisi garis-garis horizontal sebagai pembatas untuk menulis saja.

Ukur sana-sini, garis sana-sini, tulis ini-itu, dan akhirnya voila! Jadilah agenda saya.

Setelah semua proses pembuatan selesai, barulah saya menuliskan jadual-jadual yang harus saya ikuti pada bulan pertama itu. Pertemuan di sini dan di sana, dengan si ini dan si itu, membahas acara ini dan itu, dan seterusnya-dan seterusnya.

Dan karena ini pulalah, saya tidak pernah membuang agenda tahun sebelumnya, paling tidak sampai bulan pertama berakhir.

Kalau selama dua bulan ini saya tengah menyiapkan materi kuliah untuk semester depan, tentunya saya masih harus punya catatan sejauh mana persiapan yang sudah dilakukan sampai menjelang pergantian tahun ini. Dan saya hanya bisa tahu progress report itu dengan melihat agenda yang lama.

Atau kalaupun membolak-balik agenda lama justru merepotkan, saya akan menuliskan kembali hal-hal penting apa yang sudah dilakukan selama tahun kemarin.

Jadi kalau saya bermaksud melanjutkan pekerjaan, saya bisa mulai dari yang terakhir kali saya kerjakan. Bukan dengan memulai lagi dari awal.

Kalau saya bermaksud melangkah ke depan, saya harus tahu di mana saya berada sekarang, dan jalan mana saja yang sudah dilalui. Dengan demikian saya bisa mencapai apa yang memang menjadi tujuan saya, dibandingkan jika saya harus kembali lagi ke awal dan mencoba berjalan dari titik terdepan itu.

Tiba-tiba saja tawaran untuk menjadi kontributor sebuah web kenamaan datang pada saya. Di saat yang hampir bersamaan, keinginan untuk menjadi mahasiswa lagi pun terwujud juga. Dan juga peran sebagai konselor, profesi baru yang mungkin akan dijalani juga.

Terdengar seperti sebuah kebetulan, memang.

Tapi tidak buat saya.

Semua itu pasti terjadi karena ada sebabnya.

Bagaimana mungkin pihak pembuat web itu mempercayakan web mereka untuk saya isi, kalau mereka tidak pernah membaca tulisan-tulisan saya? Rasanya tidak mungkin jika mereka mereka menyerahkan masa depan perusahaan di tangan orang yang tidak mereka kenal.

Bagaimana mungkin saya bisa lolos dari tes seleksi pascasarjana kalau tidak mempelajari lagi teori-teori dasar psikoanalisa yang menyebalkan itu? Dan sepertinya saya juga tidak mungkin bisa terlibat aktif pada diskusi kelompok dalam salah satu tahap seleksi, kalau saya tidak pernah belajar untuk mengungkapkan argumentasi pada orang lain.

Bagaimana mungkin saya bisa diikutsertakan dalam sebuah unit konseling kalau tidak pernah bercakap-cakap dengan orang-orang yang terlibat di dalamnya? Bagaimana mungkin mereka mengajak saya kalau saya tidak pernah membiarkan mereka tahu apa yang bisa saya lakukan?

Mungkin menjadi satu kebetulan ketika semuanya terjadi di waktu yang bersamaan.

Di tahun yang sama, when I’ve made a lot of new friends, and made a lot of changes also.

Ketika semua terjadi di akhir tahun, bukan berarti bahwa ini adalah akhir dari apa yang hendak saya capai. Bahwa sebagian dari cita-cita saya sudah tercapai.

Saya justru baru saja mendengar bunyi letusan senjata dan sesaat yang lalu melangkahkan kaki di atas garis start.

Dan di sinilah saya, di dalam arena, di mana saya masih harus berlari menyusuri jalur untuk bisa tiba di garis finish.

SELAMAT menjalani TAHUN yang BARU

website page counter

ADA 4 KOMENTAR:

» Anonymous Anonymous:

cepet sembuh neng..
pantesan waktu ituh panggilan saya tidak dijawab...

mudah2an taon baru ini ga ada kutukan yah :D.. btw iyah lagi cuti ;)...

January 02, 2007 10:30 PM  
» Anonymous Anonymous:

dear neng geulis, :p

Semoga lekas pulih dan bisa lompat jump-start dengan agenda barunya di tahun 2007. Didoakeun dari negeri si bau kelek ini agar kedepan jalan-mu mulus dan hambatan dan tantangan itu semua dapat teratasi dan membuatmu menjadi pribadi yang andal.

get your enemies close and get your friends closer as well, as both will play an important roles in shaping your quality characters.

wishing you success in your current quest, please remember that you have all the help you can get from those closest person in that corner cubicle at your office to the most farthest one across the continents.

hugs and kisses, xxoxoxox!

January 03, 2007 4:07 AM  
» Anonymous Anonymous:

Sretna Nova Godina!
Moga-moga cepet sembuh.

January 04, 2007 12:22 AM  
» Blogger -ndutyke:

tercatat sejak 1 januari....seusai sarapan di lantai 38...saya batuk pilek...

semprul...

what did i eat yah??

January 12, 2007 8:49 AM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS