Saturday, November 18, 2006
Pagi ini saya ditugaskan untuk pergi ke sebuah kantor di kawasan Kebon Jeruk. Seselesainya dari sana, saya harus kembali ke Salemba untuk memberikan laporan atas apa yang sudah dikerjakan.
Sebenarnya saya sudah tahu bahwa ban si hitam harus ‘diperiksakan’, sejak baru melajukannya keluar dari tempat parkir. Tampaknya harus ditambal.
Gawat!
Bagaimana caranya?
Bagaimana saya bisa tahu bagian mana yang harus ditambal? Kalau sudah ketahuan, lalu bagaimana cara menambalnya? Apakah ban harus dilepas dari tempatnya atau bisa dilakukan tanpa harus melepasnya?
Mungkinkah ban si hitam akan kempes lagi setelah ditambal?
Iya, saya tahu kalau saya telah mengajukan pertanyaan bodoh. Pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dapat dijawab dengan mudah.
Tapi yang jelas, bukan oleh saya. Saya belum pernah menambalkan ban si hitam. Informasi yang saya tahu tentang tambal-menambal pun hanya sebatas tempat penambalan yang letaknya pinggir-pinggir jalan raya. Sehingga dengan amat terpaksa, saya pun meminggirkan si hitam di Casablanca. Terlalu lama berpikir dan tidak kunjung menemukan jawaban membuat saya baru memutuskan untuk menambal ban setelah melalui perjalanan cukup jauh dari Kebon Jeruk. Itu pun karena tiba-tiba menemukan jajaran ban-ban mobil yang di depannya bertuliskan Tambal Ban Tubles. Saat menghentikan si hitam di sana, Bapak Penambal mendongakkan kepalanya lalu berjalan menghampiri. Dengan wajah bodoh (saya yakin wajah saya tampak seperti ini!), saya turun dari mobil dan mulai berbicara dengannya. Memberitahukan apa yang terjadi dengan ban si hitam. Bahwa dua hari sebelumnya sudah diisi angin tapi kemudian kempes lagi, sehingga mungkin harus ditambal. Bapak yang sangat irit berbicara ini pun mengangguk. Tanpa berbicara, ia mengambil dongkrak dari tumpukan peralatan di sudut biliknya. Lalu mulailah ia mengangkat bagian belakang si hitam agar bisa melepas ban dari tempatnya. Sementara ia bekerja, saya duduk di sebuah bangku pendek dari kayu, di samping ban-ban mobil yang disusun menjulang ke atas. Memperhatikan apa yang tengah dilakukannya. Setelah mengangkat bagian belakang si hitam dengan dongkrak, Bapak Penambal mulai melepas kunci ban satu-persatu. Ia kemudian menarik ban si hitam dari tempatnya, dan membawanya ke atas trotoar, dekat tempat saya duduk. Kemudian ia mulai meneliti permukaan ban, mencongkel kerikil-kerikil yang tersangkut di sana-sini. Ditemukanlah sebuah benda kecil yang sama sekali tidak tampak seperti kerikil. Ada baut yang tersangkut di sana, dengan bagian tajamnya menusuk ke dalam ban. Tampaknya sudah dua malam baut itu menginap. Setelah dicabut dengan menggunakan tang, Bapak Penambal itu mengambil alat sejenis obeng bertangkai pendek dan ditusukkanlah ke lubang yang semula tertancap baut. Sambil membiarkan obeng tertancap di sana, ia mengambil alat sejenis obeng lain, namun dengan pegangan berbentuk huruf T. Pada ujungnya ia merekatkan benda yang terlihat seperti karet. Obeng yang semula menancap pada ban kemudian dicabut. Dan bersamaan dengan itu, terdengarlah suara ssshhhhhh. Udara di dalam ban pun keluar perlahan. Tampaknya obeng itu digunakan sebagai pengganjal sementara sebelum akhirnya karet direkatkan untuk menutup lubang. Langkah terakhir yang dilakukannya sebelum menambah lagi udara ke dalam ban, adalah menggosok ban dengan menggunakan sabut yang sudah dibasahi oleh air sabun. Proses penambalan pun selesai. Tinggal menambahkan lagi udara ke dalamnya. Saya patut mengucapkan selamat kepada diri sendiri, karena inilah kali pertama saya berhasil menambalkan ban mobil si hitam. Karena tidak hanya berhasil menambalkan ban, tapi sudah melihat sendiri keseluruhan prosesnya. Jadi kalau suatu kali si hitam membawa beban terlalu berat sampai bannya melemah dan tidak lagi sanggup menatang bawaan, saya tahu bagaimana mengatasinya. Saya tahu ke mana membawanya tanpa harus menunggu sampai supir Ayah yang melakukannya untuk saya. Saya sudah tahu apa saja yang akan dilakukan selama menambal ban. Melepas ban dari tempatnya, memeriksa letak lubang penyebab kebocoran, melepas sumber kebocoran, menahannya sementara dengan obeng, merekatkan karet pada lubang, mencucinya, lalu menambahkan angin lagi. Mmm... tunggu tunggu... Mencuci ban? Kenapa juga harus dicuci? Bukankah proses penambalan sudah selesai dilakukan setelah karet direkatkan pada ban? Namanya juga menambal, pastinya tahap terakhir dan penyelesaian dari keseluruhan proses adalah saat di mana bagian lubangnya sudah berhasil ditutup kembali. Setelah karet berhasil direkatkan pada lubang kebocoran. Lalu pencucian itu...? Buat apa? Jelas itu bukan tindakan yang dilakukan oleh Bapak Penambal karena sedang iseng, ‘kan?! Bukan karena sedang butuh hiburan akibat terlalu lama menunggu pelanggan maka ia mencuci ban si hitam, ‘kan?! Atau untuk membunuh kebosanan yang sedari tadi mengganggunya? Kenapa ia tidak melakukan hal yang lebih berguna saja? Eh... tapi tahu dari mana kalau mencuci ban itu bukan kegiatan yang berguna? Kok sok tahu amat ya saya?! Wong menambalkan ban saja baru satu kali. Melihat prosesnya pun baru kali ini. Lalu saya bisa-bisanya bilang kalau apa yang dilakukan Bapak Penambal itu tidak bisa dianggap sebagai kegiatan yang berguna. Mana sebelumnya saya sama sekali tidak pernah tahu seperti apa sebenarnya runutan kegiatan yang dilakukan selama proses penambalan. Dan sekarang beranggapan bahwa pencucian itu tidak ada gunanya. Bagaimana kalau ternyata ban mobil memang harus dicuci setelah selesai ditambal? Bagaimana kalau penggunaan air sabun itu memang dilakukan bukannya tanpa tujuan? Bagaimana kalau ternyata mencuci merupakan bagian dalam keseluruhan proses penambalan ban? Bagaimana kalau memang saya-nya saja yang tidak pernah tahu?! Oke... Tapi ‘kan... bukan berarti saya tidak bisa bilang bahwa apa yang dilakukan itu memang tidak berguna tho?! *walaupun kelihatannya saya sendiri belum tahu persis apa yang saya anggap tidak berguna itu sih...
ADA 7 KOMENTAR:
saya juga ndak bisa nambal cubles. Dicubles malah bolong. Belum punya mobil sih. Tapi tukang tambal itu kok bisa ya nggak punya mobil tapi pinter nambal.
Lha itu dicuci air sabun untuk nyari kalau-kalau ada bocor lain yang tak terlihat, pakai air sabun lebih gampang mencari bocornya.
Saya punya pengalaman menyedihkan dengan ban dan ditulis oleh kawan di sini: http://pecasndahe.blogdrive.com/archive/cm-03_cy-2006_m-03_d-02_y-2006_o-0.html
iyah jadi istilahnya diganti bukan mencuci tapi QA untuk memastikan bahwa proses penambalan telah dilakukan dengan sempurna. btw diskusi kapan dilanjut?
bapaknya terima tambal hati juga gak mbak? lumayan kan di casablanca deket kayaknya dari kampus.. secara paku2 yang menancap di hatiku sumbernya dari kampus semua..
eh, tapi bisa gak yaa si Bapak itu menambal hatiku? lalu mencucinya dengan bersih.. secara hatiku sudah ambless.. pakunya dah banyak, euyy.. ;(
yang punya ban dicuci juga gak, mbak?
tito:
gak harus punya basset hound untuk bisa gambar nero tho?! :D
mBilung:
oohhh paham saya!
ehm... sir mbilung suka nyubles juga tho?!
memed:
hayuk kapan dong?! masih penasaran nih...
iin:
nyari tukang tambal hati di pinggiran casblanc juga gak akan dapet, in! di daerah kalimalang mungkin ada :D
ndoro pecas:
kalo iya, yang pasti sih bukan saya tukang cucinya :D
lama ga mampirrrr...
fotonya bagus! cantik xD