Pendekar (Tidak) Pantang Jatuh

Sunday, October 22, 2006

Kalau diijinkan, saya ingin sekali melepas telapak kaki, betis, lutut, dan paha, lalu meletakkannya satu-persatu di atas meja.

Atau paling tidak, saya bisa melihat masing-masing dari mereka berdiam diri di atas tempat tidur barang satu atau setengah hari saja.

Atau, pilihan yang sebenarnya paling saya inginkan, mengajak mereka semua untuk dipijat. Tidak perlu terlalu lama. Satu atau dua jam saja. Lalu setelahnya, membiarkan mereka direndam dengan menggunakan air hangat.

Rasanya pasti tidak akan se-tak-menyenangkan ini kalau saja saya memutuskan untuk langsung pulang saja tadi, saat belum juga menemukan orang yang saya cari. Sayangnya, saat tengah berjalan kembali ke lapangan parkir dan berniat pulang, ternyata orang itu muncul.

Orang yang sudah ditemui beberapa hari lalu. Hari itu saya menemuinya saat memberitahu niatan untuk mengikuti kegiatan baru yang pernah saya ceritakan dulu. Dia memang salah satu pengurusnya. Dan dia meminta saya untuk datang kembali hari ini agar dapat langsung berlatih bersama anggota yang lain.

Jadilah hari itu saya hanya menontonnya dan teman-temannya berlatih.

Saya ingin tahu lebih lanjut mengenai kegiatan yang nantinya memang akan saya ikuti.

Setelah beberapa bulan yang lalu memutuskan untuk menghentikan keanggotaan dari salah satu pusat kebugaran, saya sadar bahwa olahraga tetap merupakan keharusan buat saya. Kalau hanya sit-up dan push-up yang dilakukan sesekali saja, tentunya tidak akan mengurangi lemak yang dengan bahagianya bergerombol di perut saya. Karena itulah, waktu itu kelas body combat yang tersedia di pusat kebugaran menjadi pilihan yang cukup tepat. Buat saya, olahraga yang satu ini benar-benar efektif untuk memeras keringat karena memang memaksa badan saya untuk bergerak.

Lalu setelah berhenti, saya harus mencari kegiatan pengganti.

Saya bermaksud mencari kegiatan yang agak mirip dengan body combat. Saya mencari kegiatan bela diri juga. Selain membakar lemak, menguras keringat, membuat aktivitas motorik tubuh meningkat, juga bisa menjadi sarana saya untuk belajar membela diri jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Yah... secara saya adalah seorang perempuan. Pasti ada saja ancaman yang mungkin dihadapi.

Karate, taekwondo, kick-boxing, dan entah kenapa pilihan saya akhirnya justru jatuh pada aikido.

Namanya saja baru mendengar beberapa kali. Itu pun dari media-media yang memang ditemukan secara tidak sengaja. Jadi, melihat bagaimana gerakan hasil latihan aikido itu pun tentunya belum pernah.

Dan memang di hari saya bertemu dengan si pengurus itulah pertama kalinya saya melihat sendiri seperti apa latihan aikido.

Dan membuat saya bimbang.

Mempertanyakan kembali keputusan saya untuk bergabung dengan mereka.

Saya membutuhkan olahraga yang membuat badan saya bergerak, dengan banyak aktivitas motorik, yang membuat saya mencucurkan keringat.

Lalu... di mana ‘pergerakan badan’ yang saya maksudkan tadi? Mereka hanya berjalan jongkok mondar-mandir di atas matras, rolling depan dan belakang, dan melakukan gerakan-gerakan entah apa namanya. Lalu latihan fighting pun tampaknya tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Mereka seperti tidak mengeluarkan tenaga. Sehingga kekalahan orang yang berperan sebagai penjahat atas si jagoan pun terlihat seperti sebuah sandiwara.

Bagaimana mungkin saya bisa berkeringat jika kegiatan seperti itu yang akan dilakukan?

Tapi, seperti yang dikatakan si pengurus tadi, saya bisa langsung datang dan ikut berlatih. Baru kemudian bisa memutuskan apakah akan bergabung bersama mereka atau tidak.

Yah... saya pikir memang tidak ada salahnya mencoba. Kalau toh tidak sreg, paling tidak saya ‘kan sudah tahu seperti apa kegiatan itu.

Maka, kembalilah saya ke sana hari ini.

Saya mengikuti latihan bersama dengan para anggotanya.

Dan saya tertipu. Mentah-mentah!

Apa yang saya lakukan memang sama seperti apa yang pernah saya lihat sebelumnya. Saya memang tidak melakukan aktivitas motorik seheboh body combat. Tidak ada loncat ke sana-kemari, tidak ada berlari-lari, tidak ada memukul ataupun menendang. Malahan saya tidak mengeluarkan banyak tenaga.

Jelas saja tidak mengeluarkan tenaga. Karena yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan adalah dengan memanfaatkan tenaganya. Yang kami lakukan adalah membuat lawan kalah sebagai akibat dari serangan yang diberikannya sendiri.

Dan justru inilah yang sulit.

Karena kami harus bisa membaca ke mana serangan lawan akan diarahkan, kami harus tahu ke arah mana pula kami bisa menjatuhkannya. Kami juga belajar bagaimana memanfaatkan tenaga lawan tanpa harus menghabiskan tenaga kami sendiri.

Kami bahkan harus tahu cara jatuh yang benar.

Buat saya, yang terakhir ini justru merupakan bagian yang paling sulit.

Namanya juga jatuh, ya jatuh saja ‘kan?!

Masa’ iya harus diatur juga?!

Sensei bilang, kami sudah harus bisa memprediksi ke arah mana kami akan jatuh. Kami juga harus tahu bagian tubuh mana yang mungkin akan menghantam tanah terlebih dahulu. Karena dengan demikian kemungkinan cedera pun bisa diminimalisir, karena kami bisa mencegah terhantamnya organ-organ vital seperti kepala.

Mmm...

Mungkin itu sebabnya.

Mungkin itu juga yang menjelaskan mengapa saya seringkali jatuh terjerembab di lubang yang sama.

Sebenarnya saya tidak pernah bermaksud menjadi orang yang selalu terburu-buru. Saya sama sekali tidak pernah berniat menjadi seorang deadliner. Apalagi terlambat.

Karena jika saya melakukannya, pekerjaan-pekerjaan akan diselesaikan dalam waktu yang relatif lebih singkat daripada yang seharusnya. Saya bahkan rela tidak tidur semalaman untuk bisa menyelesaikannya. Kadang saya terlambat bangun keesokan harinya, terlambat datang, terlambat menyerahkan laporan, karena kantuk yang luar biasa.

Seharusnya saya membuat jadual kerja dalam agenda. Saya bisa mencoba menuliskan secara detil apa saja yang harus dilakukan setiap harinya, dan apa yang mungkin terjadi jika rencana yang satu tidak bisa dijalankan. Saya juga bisa menyiapkan rencana cadangannya.

Saya tahu bahwa saya sendirilah yang akan keteteran kalau tidak membuat jadual semacam itu.

Saya tahu bahwa teman saya akan ngambek karena acara makan siang bersama harus dibatalkan.

Saya tahu bahwa atasan akan menegur jika terlambat datang.

Saya tahu bahwa saya mungkin kehilangan pekerjaan.

Saya sudah menduga bahwa semuanya bisa saja terjadi.

Dan saya juga menyadari bahwa semuanya itu tidak seharusnya terjadi.

Seharusnya hal-hal seperti itu bisa dicegah.

Tapi saya ‘kan sudah mengikuti apa yang dikatakan Sensei.

Selama masih memungkinkan, seharusnya saya memprediksi apa yang mungkin terjadi, membuat perencanaan sebagai antisipasi jika hal itu sampai terjadi. Atau kalau sampai terjadi, paling tidak, hal pentingnya bisa diselamatkan terlebih dahulu.

Yah... kurangnya memang hanya satu.

Saya tidak melakukan apa yang harus dilakukan.

Tampaknya saya memang masih harus belajar banyak. Saya mungkin harus banyak bertanya kepada Sensei bagaimana mencegah cedera pada organ vital.

HATI, misalnya...?! ;-)

website page counter

ADA 7 KOMENTAR:

» Blogger iin:

wah mbak agatha, si 'muda usia' yg mirip artis hongkong di HP ku itu, ikut UKM aikido lohhhhhhhhhhhh.. heheheh
sabi deh klo gitu..

berarti aku harus ikut aikido juga ya, biar gak 'jatuh di lubang yg sama, atau menghindari agar tidak merusak organ vital?",
tp ikut aikido bisa gak mencegah agar aku tidak kembali mencari pria2 dgn tipe, tingkat usia dan taraf kematangan yang sama? ;p

October 23, 2006 4:11 PM  
» Anonymous Anonymous:

Mau jadi Shrivastava Seagal, nih...tapi klo saya gak nyerang duluan berarti gak apa2 dong

October 23, 2006 7:04 PM  
» Blogger thornandes james:

jatoh aja musti mikir? ribet amat yak dunia ini. .

klo jatoh musti mikir, saya lebih suka untuk mikir gimana untuk tidak jatuh. . :p

October 23, 2006 10:52 PM  
» Blogger iin:

tambahan : berarti aikido gak cocok buat aku.. karena jatuh musti mikir dulu, kalo aku jatuh cinta mana mungkin bisa mikir dulu..
bisa kabur dongg orangnya?
ah mikir gak mikri toh tetep kabur ya mbak agatha? ;p

October 23, 2006 11:00 PM  
» Blogger mbakDos:

iin & james:
sebenernya bukan harus berpikir saat jatuh. tapi saat kita memang udah tau bahwa jatuh itu tak terhindarkan, yaa paling gak kan kita tau gimana jatuh yang paling pas biar gak sakit2 amat. habis... mau gimana juga, tetep bakalan jatuh sih ;-)

pakDok:
gak mau ah jadi shrivastava seagal... rambutnya tetep klimis gitu walaw udah 'bertarung', gak keren! ;D

October 27, 2006 7:54 AM  
» Anonymous Anonymous:

untuk bisa mencegah agar organ vital tidak tercederai, harus tau dulu dimana letaknya HATI ituh? sudahkah? ;)

October 28, 2006 11:13 AM  
» Blogger mbakDos:

rymnz:
udah dong... di deket ulu hati kan?! ;D

October 30, 2006 10:26 PM  

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS