Duduk dan Bersila

Monday, April 24, 2006

Nah, ini dia pesananmu… tanpa kafein.

Oke, sampai mana kita tadi? Tentang dudukbersila itu ya?!

Mmm… awalnya sih karena keisengan saya saja. Sekitar beberapa tahun yang lalu, saya berniat membuat sebuah e-mail account baru, karena account yang sebelumnya sudah terjangkiti junk mail yang entah dari mana saja asalnya. Sampai beberapa detik sebelum saya membuatnya, saya baru berpikir… akan saya beri nama apa ya e-mail account baru saya itu? Saya ingin sebuah nama yang berbeda dari nama-nama biasanya, namun tetap akan mengingatkan orang lain pada seorang Shrivas. Sebagai seorang yang impulsif, saya membutuhkan sebuah nama yang bisa saya temukan dengan segera. Saya tidak ingin menunda keinginan untuk membuat e-mail account baru di keesokan harinya.

Saya memandang ke bawah, melihat kedua kaki saya, lalu tersenyum. Yak! Dan kali ini tebakanmu tepat sekali. Karena posisi kaki itulah tercipta sebuah nama yang [menurut saya] tidak biasa. Seperti yang saya inginkan: dudukbersila.

Biasa saja bukan?! Hehehe… memang. Saya toh tidak mengatakan bahwa ada yang menarik di balik kisah penciptaan nama itu. Karena yang lebih mengesankan bagi saya adalah kisah setelah nama itu tercipta.

Nama dudukbersila pun kemudian seolah menjadi identitas pula bagi saya. Saya menggunakannya untuk mengirimkan e-mail, untuk chatting, dan tentunya mencantumkan nama yang sama dalam setiap tulisan yang saya buat. Perlahan, teman-teman pun mengenali identitas si dudukbersila itu yang adalah saya. Dan sekarang bertambah lagi satu orang, kamu.

Belum... kamu belum tiba di bagian menariknya.

Sebuah kesempatan telah memperkenalkan saya pada dunia film. Amatir tentunya. Saya memiliki peluang untuk memproduksi sebuah film pendek. Pengalaman yang luar biasa menyenangkan dan tak terlupakan! Dengan segala hiruk-pikuk kesibukan, kepanikan, yang memang tercipta dari sekumpulan orang awam yang sok-bisa-membuat-film.

Di akhir pembuatan film, dan memasuki masa editing, selama beberapa hari saya harus berjaga di studio editing tersebut. Memang bukan saya yang secara langsung memegang peralatan dan meng-edit film yang sudah kami buat. Paling tidak, memang saya lah yang memegang peranan sebagai pengambil keputusan: take mana yang akan digunakan, backsound apa yang pas untuk scene 6, susunan credit title akan seperti apa, dan sebagainya-dan sebagainya.

Nah, ketika menyusun credit title ini, sang editor – yang tak lain memang editor aseli! - meminta saya mencari sebuah nama yang dapat dicantumkan di akhir credit title. Karena saya seorang produser yang egois, maka saya pun menyebutkan saja sebuah nama yang seketika muncul di kepala saya tanpa meminta persetujuan lebih lanjut dari seluruh kru. Ya… lagi-lagi nama itulah yang saya gunakan.


Hey, kenapa logo, dan berbagai istilah seperti produksi film, editing, credit title mengingatkan saya pada masa-masa menyenangkan kala itu ya?!

Mmm… bagaimana kalau kamu memesan makanan kecil dulu? Saya bisa tidak berhenti berbicara ketika menceritakan film amatir itu, lho...

website page counter

ADA 0 KOMENTAR:

» Post a Comment

 

« Kembali ke TERAS